Iklan

Siti Manggopoh: Mande Pejuang yang Menggetarkan Benteng Belanda

27 September 2025, 14:07 WIB


Suluah.id - Bayangkan seorang ibu muda, masih menyusui bayinya, tetapi berani mengangkat parang dan memimpin serangan melawan pasukan kolonial. 

Sosok itu adalah Siti Manggopoh, perempuan dari Manggopoh, Agam, Sumatera Barat, yang lahir pada 1880. 

Namanya mungkin tak sepopuler Cut Nyak Dien atau Martha Christina Tiahahu, tetapi kisahnya tak kalah heroik.

Siti dikenal sebagai pemimpin Perang Belasting pada 1908, sebuah perlawanan rakyat Minangkabau terhadap pajak kolonial yang mencekik leher.

Pajak yang diterapkan pemerintah Belanda kala itu dianggap memberatkan rakyat—bahkan memicu persatuan antara kaum adat dan kaum Paderi yang sebelumnya sempat diadu domba pada masa Perang Padri.

Strategi Gerilya Seorang Ibu
Bersama sang suami, Rasyid Bagindo, Siti menghimpun kekuatan pascaperang Kamang.

Mereka merancang serangan cerdik: mengendap dari hutan, memantau pergerakan musuh, dan mencatat posisi penjagaan. 

Legenda lokal menyebutkan Siti bahkan menggendong bayinya saat mengintai benteng Belanda agar tak menimbulkan kecurigaan.

Malam hari menjadi saksi keberanian mereka. Dengan senjata sederhana—parang, keris, ruduih, dan ladiang—Siti memimpin pasukannya menyerbu benteng Belanda di Manggopoh, tak jauh dari Fort de Kock (kini Bukittinggi). 

Setapak takkan mundur, selangkah takkan kembali,” begitu semboyan yang membakar semangat pasukannya.

Hasilnya dramatis: 53 serdadu Belanda tewas dalam serangan itu. Meski terluka saat mundur, Siti dan pasukannya berhasil meloloskan diri dan melanjutkan perlawanan dengan perang gerilya dari dalam hutan.

Jejak yang Terlupakan


Nama Siti Manggopoh memang tak selalu muncul di buku pelajaran sekolah. Namun perannya sangat penting: ia menjadi simbol persatuan rakyat melawan penindasan. 

“Perang Belasting adalah momen penyatuan kembali Minangkabau setelah konflik Padri dan Adat,” tulis laman kemdikbud.go.id.

Siti wafat pada 20 Agustus 1965 di Gasan Gadang, Pariaman. Ia dimakamkan dengan upacara kenegaraan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara, Padang. 

Meski belum resmi menyandang gelar Pahlawan Nasional, pemerintah menetapkannya sebagai Perintis Kemerdekaan sejak 1964.

Inspirasi untuk Generasi Kini


Kisah Siti Manggopoh bukan sekadar catatan sejarah, tetapi pelajaran tentang keberanian dan kecerdikan. Ia membuktikan bahwa perlawanan tak hanya milik para pria di medan perang—seorang ibu pun bisa menjadi komandan yang disegani.

Di era sekarang, cerita Siti bisa menjadi inspirasi generasi muda untuk tetap bersuara melawan ketidakadilan. 

Jika dulu ia menentang pajak kolonial, kini semangat itu bisa diterjemahkan menjadi kepedulian terhadap isu sosial dan keberanian memperjuangkan hak rakyat.(*) 
Komentar
Mari berkomentar secara cerdas, dewasa, dan menjelaskan. #JernihBerkomentar
  • Siti Manggopoh: Mande Pejuang yang Menggetarkan Benteng Belanda

Iklan