Iklan

Makna dan Filosofi Baju Kebesaran Panghulu di Minangkabau

01 Februari 2022, 21:25 WIB

 


suluah.id - Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki filosofi yang tinggi dalam setiap segi kehidupan. Yang merupakan wujud dari keagungan tradisi dan budayanya. Masyarakat Minangkabau sebagai sebuah suku bangsa yang ada di Nusantara, memiliki banyak kekayaan budaya dan tradisi dengan filosofi yang tinggi. Termasuk dalam hal pakaian adatnya.

 

Pakaian adat Sumatera Barat untuk para pria bernama pakaian penghulu. Sesuai namanya, pakaian ini hanya digunakan oleh tetua adat atau orang tertentu, dimana dalam cara pemakaiannya pun di atur sedemikian rupa oleh hukum adat. Pakaian ini terdiri atas beberapa kelengkapan yang di antaranya Deta, baju hitam, sarawa, sesamping, cawek, sandang, keris, dan tungkek.

 

Penghulu, digunakan dalam susunan struktur pemerintahan Nagari di wilayah Minangkabau, dimana seorang penghulu juga merupakan pemangku adat dan bergelar Datuak, selanjutnya dalam susunan sebuah nagari terdapat struktur kekuasaan, yang dimulai dari PanghuluMalinManti dan Dubalang. Selanjutnya dari struktur tersebut, kemudian disatukan dengan istilah Urang Ampek Jinih (Empat orang dengan fungsi masing-masing).

 

Di Minangkabau, pemimpin kelompok berdasarkan sistem matrilineal adalah mamak atau paman, yaitu saudara laki-laki dari ibu. Ada mamak rumah yang disebut tungganai. Ada mamak kaum atau mamak suku yang dinamakan pangulu atau penghulu. Seorang penghulu dipilih berdasarkan kesepakatan kaum yang tugasnya adalah memimpin seluruh anggota kaumnya. Ia berkewajiban menyelesaikan setiap masalah, persoalan, bahkan perselisihan yang terjadi pada kaumnya. Sebagai pemimpin ia diangkat dalam suatu upacara yang dinamakan batagak panghulu. Dalam acara ini ia diwajibkan memakai pakaian kebesaran penghulu.

 

Pakaian penghulu tidak hanya dilihat sebagai sebuah benda yang berguna untuk menutupi seluruh tubuh dan keindahan saja, tetapi sama halnya dengan kebudayaan. Pakaian juga mempunyai nilai-nilai luhur dan pesan-pesan penting yang terkandung dari warisan budaya leluhur secara turun temurun. Sebagaimana yang kita ketahui dan kita lihat, pakaian Penghulu Minangkabau bukan hanya sebuah pakaian yang dibuat untuk seorang penghulu. Melainkan dibalik pembuatan pakaian tersebut terdapat hikmah dan falsafah yang mengandung ajaran-ajaran bagi si pemakainya (penghulu). 


Pada pakaian itu terkandung banyak sekali rahasia yang menyangkut sifat-sifat dan martabat serta larangan seorang penghulu begitupun tugasnya dan kepemimpinannya (Hakimy, 2001:104-105).

 

Pakaian penghulu di setiap daerah hampir bersamaan bentuknya, walaupun didaerah-daerah lain terdapat beberapa variasi. Dalam menciptakan bentuk dan nama dari seperangkat pakaian penghulu tersebut, nenek moyang orang Minangkabau dahulunya tidak menciptakannya dengan mudah, tetapi melalui berbagai tahap atau proses yang sangat panjang.

 

Untuk pengesahannya diperlukan juga kesepakatan yang terkandung dalam pakaian penghulu, yakni berisikan pesan dan nilai-nilai luhur yang telah diamanatkan kepada masyarakat tersebut. Indonesia juga terdiri atas banyak pakaian suku bangsa. Setiap suku bangsa memiliki pakaian adat kebesaran.

 

Namun tidaklah semua anak bangsa Indonesia mengenal seluruh pakaian-pakaian tersebut. Bahkan, masyarakat setempat kadangkala tidak mengerti dan mengenal pakaian adat mereka sendiri. Masyarakat Indonesia sendiri kurang mengetahui apa maksud dan makna filosofi yang terkandung didalam pakaian daerahnya. Sama halnya dengan pakaian penghulu Minangkabau.

 

Pakaian ini juga kurang dikenal masyarakat setempat, khususnya pada generasi muda. Padahal pakaian ini memiliki arti dan makna filosofi yang terkandung pada setiap bagian pakaian. Pudarnya pengetahuan tentang nama dan makna pakaian penghulu Minangkabau disebabkan karena tidak diabadikannya nama dan makna pakaian penghulu Minangkabau tersebut ke dalam bentuk tulisan. Namun, hanya disampaikan dari informasi yang diperoleh dari generasi ke generasi berikutnya. Akibatnya masyarakat mudah lupa dan kesulitan untuk mengingatnya. 

Pakaian lengkap kebesaran pangulu ada delapan macam. Setiap pakaian mengandung makna tersendiri yang mendalam. Pakaian tersebut yaitu,

Deta

Deta : terdiri dari deta saluak dan deta bakaruik (berkerut)

Deta atau destar adalah sebuah penutup kepala yang terbuat dari kain hitam biasa yang dililitkan sedemikian rupa sehingga memiliki banyak kerutan. Kerutan pada deta melambangkan bahwa sebagai seorang tetua, saat akan memutuskan sesuatu hendaknya terlebih dahulu ia dapat mengerutkan dahinya untuk mempertimbangkan segala baik dan buruk setiap keputusannya itu.

 

Adapun berdasarkan pemakainya, deta sendiri dibedakan menjadi deta raja untuk para raja, deta gadang dan deta saluak batimbo untuk penghulu, deta ameh, dan deta cilieng manurun.

  

Deta ini melambangkan akal yang berlipat-lipat dan mampu menyimpan rahasia. Deta dipasang lurus melambangkan keadilan dan kebenaran. Kedudukannya yang longgar melambangkan pikirannya yang lapang dan tidak mudah tergoyahkan. Sesuai dengan ungkapan berikut ini:

 

Badeta panjang bakaruik,

Bayangan isi dalam kulik

Panjang tak dapek di ukua

Eba tak dapek di bilai

Salilik lingkaran kuniang

Ikek santuangan di kapalo

Tiok katuak ba undang – undang

Tiok liku aka manjala

Dalam karuik budi marangkak

Tambuak dek paham tiok lipek

Lebanyo pandidiang kampuang

Panjangnyo pandukuang anak –kemenakan

Hamparan di rumah gadang

Paraok gonjong nan ampek

Di halaman manjadi payuang panji

Hari paneh tampek balinduang

Kalau hujan tampek bataduah

Dek nan salingkuang cupak adat

Nan sapayuang sapatagak

 

Baju

Baju penghulu umumnya berwarna hitam. Baju ini dibuat dari kain beludru. Warna hitamnya melambangkan tentang arti kepemimpinan. Segala puji dan umpat haru dapat diredam seperti halnya warna hitam yang tak akan berubah meski warna lain menodainya.

 

Baju tanpa saku berlengan lapang sedikit di bawah siku melambangkan bahwa pangulu tidak mengambil keuntungan untuk dirinya. Lengan longgar dan sedikit di bawah siku melambangkan sifatnya yang ringan tangan membantu orang lain dalam kesukaran.

 

Hal tersebut sesuai dengan ungkapan berikut ini :

 

Baju hitam gadang langan

Langan tasenseng tak pambangih

Bukan karano dek pamberang

Pangipeh naknyo dingin

Pahampeh miang di kampuang

Pangikih sifat nan buruak

Siba batanti timba bliak

Mangilek mangalimantang

Tutuik jahik pangka langan

Mambayangkan mauleh indak mambuku

Mambuhua indak mangasan

Lauik di tampuah indak barombak

Padang di tampuah indak barangin

Budi haluih bak lauik dalam

Sifat bapantang kahujuakan

Indak basaku kiri

 alamatnyo nan bak kian

indak mangguntiang dalam lipatan

indak manuhuak kawan sairiang

indak maambiak untuang di ateh sangketo

lihia nan lapeh tak bakatuak,

babalah dado

manandokan pangulu alamnyo leba

mamakai sifat lapang hati

babumi laweh

bapadang lapang

gunuang tak runtuah karano kabuik

lauik tak karuah karano ikan

tagangnyo bajelo – jelo

kanduangnyo badantiang – dantiang

 

Sarawa

Sarawa adalah celana penghulu yang juga berwarna hitam. Celana ini memiliki ukuran yang besar pada bagian betis dan paha. Ukuran tersebut melambangkan bahwa seorang pemimpin adat harus berjiwa besar dalam melaksanakan tugas dan mengambil keputusan.

 

Celana longgar serta lapang melambangkan kemampuan membuat langkah kebjiaksanaan dengan gerak yang ringan, santai, tidak menyulitkan. Ia melangkah berdasarkan “alua jo patuik, patuik jo mungkin” tanpa ada yang menghalangi. Celana : linggar serta lapang .

 

Sesuai dengan ungkapan berikut ini :

 

basarawa lapang gadang kaki

kapanuruik alua nan luruih

kapanampuah jalan nan pasa

ka dalam korong dengan kampuang

sarato koto jo nagarinyo

langkah salasai baukuran

martabat nan anam mambatasi

murah jo maha di tampeknyo

baiyo mako bakato

batolan mako bajalan

 

Sasampiang

Sasampiang adalah selendang merah berhias benang makau warna warni yang dikenakan di bahu pemakainya. Warna merah selendang melambangkan keberanian, sementara hiasan benang makau melambangkan ilmu dan kearifan.

 

sisampiang atau kain sampiang (saruang) adalah kain yang di lilitkan dari pinggang ke bagian atas lutut melambangkan kehati-hatian dan kewaspadaan menjaga diri dari kesalahan atau kekhilafan.Sisamping : kain sampiang, saruang.

 

Cawek

Cawek atau ikat pinggang berbahan kain sutra yang dikenakan untuk menguatkan ikan celana sarawa yang longgar. Kain sutra pada cawek melambangkan bahwa seorang penghulu harus cakap dan lembut dalam memimpin serta sanggup mengikat jalinan persaudaraan antar masyarakat yang dipimpinnya.

 

Cawek atau ikat pinggang melambangkan kekukuhan ikatan atau pegangan dalam menyatukan anak kemenakan, warga pasukuan, baik yang jauh maupun yang dekat. 

 

Sesuai dengan ungkapan berikut ini:

 

Cawek suto bajumbai alai

Saheto pucuak rabuangnyo

Saheto pulo jumbai alainyo

Jumbai nan tangah tigo tampek

Kapiliak anak kamanakan

Kalau tapancia di kampuangkan

Kalau tacicia inyo japuik

Ka panjarek aka budinyo

Kabek sabalik buhua sintak

Kokoh tak dapek kito ungkai

Guyahnyo bapantangan tangga

Lungga bak caro dukuah di lihia

Babukak makonyo tangga

Jorundiang mako nyo ta ungkai

Kato mufakat paungkainyo.

 
Sandang ( Salempang)

Sandang adalah kain merah yang diikatkan dipinggang sebagai pelengkap pakaian adat Sumatera Barat. Kain merah ini berbentuk segi empat, melambangkan bahwa seorang penghulu harus tunduk pada hukum adat. 

 

Salempang, kain sandang atau kain salendang yang digantungkan di bahu melambangkan kemampuan memikul tanggung jawab yang di pikulkan kepadanya. Salempang : kain sandang, kain salendang .

 

Ia memikul tanggung jawab memimpin anak kemenakannya. Tanggung jawab itu baik buruk maupun dalam ke adaan sulit tidak pernah di elakkannya. Jadi sebagai pemimpin ia bertanggung jawab lahir dan batin terhadap yang dipimpinnya.

 

Keris dan Tongkat

Keris diselipkan di pinggang, sementara tungkek atau tongkat digunakan untuk petunjuk jalan. Kedua kelengkapan ini adalah simbol bahwa kepemimpinan merupakan amanah dan tanggung jawab besar.

 

Karih atau keris yang disisipkan di pinggang. Hulunya tidak berambalau, tidak terpatri, tangkainya di arahkan ke sebelah kiri melambangkan pangulu memiliki senjata tetapi tidak untuk membunuh. Pangulu memiliki kekuasaan tetapi bukan untuk menjajah, bukan untuk menyengsarakan orang lain, melainkan untuk melindungi yang dipimpinnya.

 

Tungkek atau tongkat

Adalah dari kayu yang kuat dan lurus. Tongkat : kayu lurus dan kuat, berkepala perak. Melambangkan bahwasanya pangulu mampu menopang dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal itu juga menunjukan bahwa pangulu akan menopang adat, pusako dan anak kemenakannya.


Mengenai keseluruhan pakaian adat pangulu tersebut juga diungkapkan dalam adat sebagai berikut :

 

Falsafah pakaian rang pangulu

Di dalam luhak tanah minang

Jikok ambalu maratak hulu

Puntiang tangga mati tabuang

Kalau kulik manganduang aia

Lapuak nan sampai kapanguba

Binaso tareh nan di dalam

Jikok pangulu bapaham caia

Jadi sampik alan nan leba

Lahia batin dunia tanggalam

  

Setiap nama bagian-bagian pakaian penghulu mempunyai makna, yaitu saluak melambangkan (1) masyarakat Minangkabau yang selalu bermusyawarah, dan (2) nanang seribu akal, maksudnya seorang penghulu tidak boleh terburuburu dalam mengambil keputusan.

 

Baju hitam lapang melambangkan bahwa perkataan seorang penghulu tidak dapat dirubah lagi, hitam tetap hitam karena yang dikatakan seorang penghulu merupakan hasil musyawarah bersama.

 

Baju tidak bersaku melambangkan (1) kejujuran seorang penghulu, (2) seorang penghulu tidak pernah berpura-pura, dan (3) seorang penghulu tidak mengambil keuntungan dari anak kemenakan.

 

Langan gadang melambangkan seorang penghulu berfikiran luas, sabar, cerdas, dan bijaksana. Taburan banang emas melambangkan kekayaan alam Minangkabau, kemampuan berusaha, dan menabung.

 

Lilitan benang makau melambangkan tanda kebesaran penghulu yang memegang peraturan sehingga tangannya tidak dijangkaukan sekehendak hati. Salempang melambangkan (1) seorang penghulu berkecukupan dalam menyediakan apapun yang sejalan dengan ilmu adat, (2) seorang penghulu siap menerima anak kemenakan yang telah kembali dari kemungkaran dan tunduk kepada kebenaran menurut adat, dan (3) segala sesuatu harus melalui kesepakata bersama.

 

Sarawa hitam gadang kaki melambangkan (1) seorang penghulu agar senantiasa melangkahkan kaki ke jalan yang benar demi anak kemenakan dan orang-orang senagari, (2) agar seorang penghulu tidak tersangkut dalam berjalan, dan (3) agar seorang penghulu selalu berada di jalan yang lurus.

 

Si sampiang melambangkan (1) seorang penghulu mempunyai pengetahuan yang luas dalam bidangnya, dan (2) selalu berguna bagi orang lain.

 

Cukia/ragi benang emas melambangkan bahwa masyarakat dalam kehidupannya agar selalu berguna bagi orang lain. Motif pucuak rabuang melambangkan anak kemenakan karib selalu mendapat perlindungan dari penghulu.

 

Cawek/ikat pinggang melambangkan (1) penghulu harus melindungi anak kemenakan, (2) penghulu harus pandai menahan emosinya, dan (3) penghulu harus bisa mengikat anak kemenakannya dengan kata-kata yang benar.

 

Keris melambangkan (1) ganti lidah seorang penghulu, (2) ilmu, paham dan keyakinan yang bulat untuk memelihara dan menjalankan kewajiban penghulu, dan (3) penghulu mempunyai kekuasaan untuk melindungi kaumnya.(*)

 

Sumber :

-Hakimy, Idrus. 2004. Pegangan Penghulu, Bundo Kanduang, Dan Pidato Alua Pasambahan Adat di Minangkabau. Bandung: Rosdakarya

-Ibrahim. 2012. Tambo Alam Minangkabau Tatanan Adat Warisan Nenek Moyang Orang Minang. Bukittinggi: Kristal Multimedia

 

 

Komentar
Mari berkomentar secara cerdas, dewasa, dan menjelaskan. #JernihBerkomentar
  • Makna dan Filosofi Baju Kebesaran Panghulu di Minangkabau

Iklan