Suluah.id - Pernahkah kita berhenti sejenak di tengah hiruk-pikuk hidup, lalu bertanya: apa sih yang benar-benar kita kejar? Uang? Jabatan? Atau sekadar pengakuan orang lain di media sosial?
Ali bin Abi Thalib, sepupu sekaligus menantu Rasulullah ﷺ, pernah berkata,
“Bagianmu yang sesungguhnya dari dunia ini adalah yang memberimu kehormatan diri.”
Kalimat ini sederhana, tapi menusuk. Ia mengingatkan kita bahwa yang benar-benar milik kita adalah sesuatu yang menjaga martabat dan membuat kita bisa berdiri tegak di hadapan orang lain – dan di hadapan diri sendiri.
Kaya Harta Belum Tentu Kaya Hati
Mari bayangkan seseorang yang punya rumah megah, mobil mewah, dan rekening tak berseri. Namun karena pernah menipu rekan bisnis, reputasinya hancur.
Apakah ia sungguh “kaya”? Bukankah hidupnya terasa sempit, meski hartanya berlimpah?
Psikolog sosial dari University of California, Dacher Keltner, pernah menulis bahwa rasa harga diri (self-respect) adalah fondasi kebahagiaan manusia. Saat kehormatan diri runtuh, stres dan rasa bersalah akan menggerogoti kesehatan mental.
Al-Qur’an pun memberi penguatan,
“Dan janganlah kamu merasa hina dan jangan pula bersedih hati, padahal kamu adalah orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu beriman.” (QS. Ali Imran: 139)
Artinya, martabat sejati tidak ditentukan oleh saldo rekening atau followers, tetapi oleh keimanan dan integritas yang kita pegang.
Godaan Menukar Martabat
Sering kali kita tergoda menukar kehormatan dengan keuntungan sesaat. Berbohong agar proyek lolos, menjilat demi jabatan, atau menjatuhkan orang lain supaya terlihat lebih hebat.
Sekilas terasa menguntungkan. Tapi hati nurani kita tahu, ada yang tergores.
Ambil contoh seorang pedagang. Ia bisa saja menaikkan harga berlebihan kepada pembeli yang tak tahu. Hari itu ia untung. Tapi setiap kali melihat wajah pelanggan yang tertipu, tidakkah ia merasa terhantui?
Sebaliknya, pedagang yang jujur mungkin mendapat untung sedikit. Namun ia pulang dengan hati tenang.
Dan menariknya, penelitian dari Harvard Business Review menyebutkan, bisnis yang memegang integritas justru cenderung lebih dipercaya dan lebih tahan lama.
Kehormatan: Warisan Terindah
Kehormatan diri ibarat pakaian tak kasat mata. Tak bisa dibeli, tapi bisa robek oleh pilihan yang salah. Menjaganya berarti menjaga warisan yang paling mahal: nama baik.
Mungkin kita tak meninggalkan harta berlimpah untuk anak cucu. Tapi jika kita mewariskan nama baik, kita meninggalkan modal sosial yang jauh lebih berharga.
Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ,
“Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hati.” (HR. Bukhari & Muslim)
Dan di akhir hari, yang membuat kita bisa tidur nyenyak bukan seberapa banyak uang di dompet, melainkan seberapa bersih hati dan pikiran kita.
Menutup Hari dengan Pertanyaan
Mungkin ada baiknya setiap malam kita bertanya, “Hari ini, apakah aku menambah kehormatan diriku atau justru menguranginya?”
Pertanyaan sederhana ini bisa jadi kompas moral kita di tengah dunia yang kian sibuk dan gemerlap.
Di tengah era yang serba cepat ini, menjaga kehormatan diri mungkin terasa old-fashioned.
Tapi justru inilah investasi yang tak lekang oleh zaman. Uang bisa hilang, jabatan bisa digeser, tapi harga diri yang kita jaga akan menjadi pelindung ketika semua yang lain sirna.(*)