Suluah.id - Pernahkah kita berhenti sejenak dan bertanya: untuk apa sebenarnya hidup ini? Dalam hiruk pikuk dunia—sibuk bekerja, mengejar materi, menumpuk aktivitas—kadang kita lupa bahwa semua ini sejatinya hanya panggung ujian.
Al-Qur’an mengingatkan dengan begitu indah:
“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al-Mulk: 2)
Bukan sekadar siapa yang paling sibuk berbuat, melainkan siapa yang amalnya paling berkualitas. Ulama tafsir, seperti Ibnu Katsir, menegaskan bahwa amal terbaik adalah yang dilakukan dengan ikhlas karena Allah dan sesuai tuntunan Rasulullah.
Amal Banyak Belum Tentu Bernilai
Bayangkan seseorang yang sepanjang hidupnya merasa sudah berbuat banyak kebaikan—membangun, menolong, berbagi—namun di akhirat ternyata semua itu tak ada nilainya. Al-Qur’an menyebut mereka sebagai “orang yang paling merugi dalam amalnya” (QS. Al-Kahfi: 103-105). Mengapa?
Karena amal itu dibangun di atas kesombongan, pengingkaran, atau tidak sesuai tuntunan.
Inilah gambaran kerugian sejati: puluhan tahun kerja keras, tapi akhirnya nihil.
Inilah gambaran kerugian sejati: puluhan tahun kerja keras, tapi akhirnya nihil.
Jangan Menunda Kebaikan
Satu hal yang sering kita lupakan: hidup ini tidak bisa di-replay. Kesempatan hanya datang sekali. Begitu ajal tiba, pintu untuk memperbaiki amal pun tertutup rapat. Al-Qur’an menggambarkan penyesalan orang yang saat ajal menjemput memohon, “Ya Rabb, kembalikan aku, agar aku bisa berbuat kebaikan.” (QS. Al-Mu’minun: 99-100).
Sayangnya, permintaan itu sudah terlambat.
Fenomena ini sangat relevan dengan kehidupan modern. Banyak orang menunda berbuat baik dengan alasan “nanti saja kalau sudah mapan” atau “kalau waktu longgar baru ibadah lebih rajin”. Padahal, waktu tak pernah menunggu.
Tujuh Jalan untuk Memaksimalkan Amal
Agar hidup ini tak berakhir dengan penyesalan, para ulama dan hadis Nabi memberi banyak panduan.
Berikut tujuh langkah praktis yang bisa kita ikhtiarkan:
1. Segarkan Motivasi Iman
Rasulullah bersabda: “Perbaruilah iman kalian.” Caranya? Perbanyak zikir, istighfar, hadir di majelis ilmu, dan jaga hati agar selalu ingat Allah.
1. Segarkan Motivasi Iman
Rasulullah bersabda: “Perbaruilah iman kalian.” Caranya? Perbanyak zikir, istighfar, hadir di majelis ilmu, dan jaga hati agar selalu ingat Allah.
2. Optimis dan Berprasangka Baik kepada Allah
Hidup orang beriman selalu baik. Saat senang ia bersyukur, saat susah ia bersabar. Optimisme ini yang membuat Siti Hajar yakin Allah tak akan meninggalkannya, hingga lahirlah karunia Zamzam.
3. Percaya pada Potensi Diri
Setiap manusia diberi pilihan antara taqwa atau fujur (QS. Asy-Syams: 7-10). Jangan tunggu “sempurna” untuk berbuat baik—mulailah dari apa yang kita bisa.
4. Sering Ingat Kematian
Mengingat maut membuat kita lebih waspada. Rasulullah menganjurkan, “Salatlah seperti salat orang yang hendak berpisah.” Bayangkan jika setiap ibadah kita anggap sebagai yang terakhir.
5. Manfaatkan Waktu dan Tempat Mulia
Ada momen yang penuh keberkahan: sepertiga malam terakhir, Ramadan, atau 10 hari awal Dzulhijjah. Ada pula tempat dengan pahala berlipat, seperti Masjidil Haram. Cerdaslah memilih momentum.
6. Belajar dari Orang Lain
Rasulullah membolehkan “iri” hanya pada dua hal: orang yang menggunakan hartanya untuk kebaikan, dan orang yang mengamalkan ilmu. Jadikan mereka inspirasi, bukan sekadar kagum tanpa aksi.
Rasulullah membolehkan “iri” hanya pada dua hal: orang yang menggunakan hartanya untuk kebaikan, dan orang yang mengamalkan ilmu. Jadikan mereka inspirasi, bukan sekadar kagum tanpa aksi.
7. Perbanyak Doa
Pada akhirnya, semua kembali pada taufik Allah. Maka jangan lupa berdoa, “Ya Allah, karuniakanlah aku ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang Engkau terima.”
Pada akhirnya, semua kembali pada taufik Allah. Maka jangan lupa berdoa, “Ya Allah, karuniakanlah aku ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang Engkau terima.”
Menyentuh Realita Kehidupan
Psikologi modern menyebut manusia cenderung menyesal bukan karena hal yang sudah dilakukan, tapi karena hal yang tidak dilakukan. Penelitian dari Universitas Cornell, AS, menemukan bahwa penyesalan terbesar manusia justru terkait dengan kesempatan kebaikan yang terlewat—misalnya tidak meminta maaf, tidak menyampaikan kasih sayang, atau tidak berbuat baik saat masih bisa.
Bukankah ini sangat sejalan dengan pesan Al-Qur’an tentang orang yang terlambat sadar di ujung hayatnya?
Beramal dengan Ikhlas dan Tepat
Hidup ini singkat. Jangan biarkan ia berlalu dengan amal yang sia-sia. Kuncinya ada pada dua hal: ikhlas dan mengikuti tuntunan Rasulullah. Dengan itu, insyaAllah setiap langkah kita bernilai.
Seperti kata pepatah Arab: “Waktu itu seperti pedang, jika engkau tidak memotongnya, ia yang akan memotongmu.”
Maka mari gunakan waktu yang tersisa untuk berlomba dalam kebaikan, agar kelak pulang dengan amal yang terbaik.(*)