Padang, suluah.id — Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) resmi mengakhiri status tanggap darurat tingkat provinsi dan beralih ke fase pemulihan pascabencana hidrometeorologi. Kebijakan ini ditetapkan setelah dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap penanganan darurat di wilayah terdampak.
Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah menyatakan, pada tahap pemulihan, pemerintah memprioritaskan percepatan pendataan kerusakan dan kerugian, serta pemulihan layanan dasar masyarakat. Layanan tersebut meliputi penyediaan air bersih, sanitasi, kesehatan, pendidikan, hingga hunian sementara bagi warga terdampak.
“Kami menargetkan pendataan kerusakan dan kerugian tuntas paling lambat 28 Desember 2025. Data ini menjadi fondasi utama agar rehabilitasi dan rekonstruksi bisa dimulai awal 2026,” ujar Mahyeldi saat Forum Group Discussion (FGD) evaluasi penanganan bencana di Padang, Senin (22/12/2025).
FGD yang dihadiri Forkopimda Provinsi Sumbar dan Sekretaris Utama BNPB Rustian tersebut juga diikuti secara daring oleh bupati dan wali kota daerah terdampak. Forum ini membahas validasi data Pengkajian Kebutuhan Pascabencana (Jitupasna) sebagai dasar penyusunan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana (R3P).
Rustian menegaskan, akurasi data menjadi kunci keberhasilan pemulihan. “Tanpa data yang valid, perencanaan tidak akan tepat sasaran dan proses pemulihan berisiko melambat,” katanya.
Sementara itu, Wakapolda Sumbar Brigjen Pol Solihin menyampaikan, hingga kini masih terdapat 28 jenazah korban bencana yang belum teridentifikasi dan tengah menjalani pemeriksaan lanjutan di Jakarta.
Berdasarkan data sementara Pemprov Sumbar, bencana hidrometeorologi ini menyebabkan 260 orang meninggal dunia, 72 orang hilang, 382 orang luka-luka, dan berdampak pada 296.307 jiwa. Dari 16 kabupaten/kota terdampak, tiga daerah—Agam, Pasaman Barat, dan Tanah Datar—masih memperpanjang status tanggap darurat daerah.(*)



