Suluah.id - Saat kita melihat seseorang yang telah menua, mungkin yang pertama terlintas adalah: “Wah, bertahan sampai usia senja.”
Tetapi dalam sabda Nabi Muhammad ﷺ kita diajak melihat lebih jauh: bukan sekadar panjang umur, tapi bagaimana usia itu digunakan.
“مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ”
“Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik amalnya.” (HR. Imam Tirmidzi, no. 2330)
“مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ”
“Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik amalnya.” (HR. Imam Tirmidzi, no. 2330)
Dalam riwayat yang sama:
“مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ” — “Dan seburuk-buruk manusia adalah yang panjang umurnya namun buruk amalnya.”
Dengan demikian, “umur panjang” bukanlah hadiah otomatis tanpa tanggung jawab — melainkan kesempatan yang harus diisi dengan amal kebaikan.
Kenapa “Umur Panjang + Amal Baik” Penting?
1. Waktu itu amanah, bukan sekadar usia
Setiap detik yang menambah usia kita adalah modal untuk meningkatkan ketaatan, memperbaiki diri, dan memberi kebaikan kepada orang lain.
Bila umur panjang tapi hanya diisi dengan rutinitas tanpa makna, maka potensi besar itu bisa sia-sia.
2. Hadirnya peringatan untuk introspeksi
Sabda ini mengajak kita bukan hanya untuk berharap panjang umur, tetapi mengevaluasi: “Apa yang sudah kita lakukan dengan usia kita?”
Sebagaimana disebut dalam khotbah:
“Sebaik-baik umur ialah yang diberkati Allah, yang diberi Nya taufik untuk mengerjakan amal saleh.”
3. Umur panjang bukan jaminan otomatis
Menarik bahwa riwayat hadits juga menyebut orang dengan umur panjang tapi amalnya buruk — sebagai “seburuk-buruk manusia”. Ini menjadi peringatan: umur banyak + amal sedikit = kondisi yang perlu dihindari.
Apa Yang Termasuk “Amal Baik” Itu?
“Amal baik” di sini harus diartikan lebih luas: bukan sekadar “banyak” kegiatan ibadah, tetapi kualitas, konteks, dan kesinambungan.
Beberapa poin penting:
Taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dengan niat yang tulus dan tidak hanya untuk dilihat orang.
Konsistensi — bukan ibadah kilat yang kemudian hilang, tetapi amal yang terus berjalan.
Memberi manfaat kepada orang lain — sebagaimana makna “amal saleh” dalam pemahaman ulama.
Memikirkan masa depan (akhirat) serta memperhatikan generasi berikut: “apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok”.
Dengan demikian, seseorang dengan umur pendek bisa lebih “baik” dibanding yang umur panjang tetapi minim amal — kalau ia memanfaatkan waktu dengan maksimal.
Bagaimana Kita Mengisi Umur dengan Amal Baik?
Berikut beberapa strategi praktis yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari:
Refleksi rutin. Misalnya setiap bulan atau tahun: apakah saya lebih baik dibanding periode sebelumnya? Apakah amal saya meningkat?
Pilih satu amal besar + banyak amal kecil. Kadang orang terhambat karena “ingin sempurna dahulu” — padahal, amal kecil yang konsisten bisa membawa perubahan besar.
Amal yang mengakar ke lingkup sosial. Ibadah pribadi penting, tapi amal yang berdampak ke keluarga, tetangga, masyarakat memberikan dimensi keberkahan yang lebih luas.
Perkuat silaturahim. Dalam sabda Rasulullah ﷺ disebut: “Barangsiapa ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahim.” Ini menunjukkan bahwa amal sosial-kemasyarakatan juga penting.
Persiapkan generasi berikut. Umur yang diberkahi bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk mewariskan nilai, iman, akhlak kepada anak cucu.
Mengapa Kita Perlu Gaya Hidup “Umur Panjang + Amal Baik” di Zaman Ini?
Di tengah arus hidup yang serba cepat, banyak distraksi, dan tantangan zaman yang makin kompleks — dari media sosial hingga perubahan sosial, dari tantangan internal hingga eksternal — maka konsep ini menjadi sangat relevan.
Sebab:
Umur panjang makin sering terjadi karena kemajuan medis, namun belum tentu diikuti dengan kualitas hidup dan amal yang baik.
Tantangan spiritual dan moral makin nyata: bagaimana menjaga iman, nilai, serta akhlak di tengah perubahan zaman.
Umur panjang makin sering terjadi karena kemajuan medis, namun belum tentu diikuti dengan kualitas hidup dan amal yang baik.
Tantangan spiritual dan moral makin nyata: bagaimana menjaga iman, nilai, serta akhlak di tengah perubahan zaman.
Konsep “bekal akhirat” menjadi penting: umur kita di dunia bersifat terbatas, jadi yang harus dipikirkan bukan hanya “berapa lama” tetapi “apa yang kita lakukan” selama itu.
Bukan Sekadar Panjang Umur, Tapi Bermakna Umur
Akhirnya, mari kita rangkum: umur panjang adalah anugerah — tetapi anugerah yang diberi tugas. Hadits tentang “man thala ‘umruhu wa hasuna ‘amaluhu” mengajak kita untuk menjadi orang yang tidak hanya usianya panjang tetapi hidupnya produktif, bermanfaat, dan baik amalnya.
Semoga kita termasuk orang-orang yang diberi umur panjang dan mengisinya dengan amal yang baik.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan kita untuk menjadikan sisa umur kita sebagai ladang pahala, dan menjauhkan kita dari kondisi yang disebut “umur panjang tapi amalnya buruk”.
(*)
(*)



