Suluah.id - Pernahkah kita menunda untuk berbuat baik dengan alasan “nanti saja”? Menunda sedekah karena merasa belum cukup kaya, menunda salat karena “masih sibuk kerja”, atau menunda meminta maaf karena gengsi masih lebih tinggi daripada keikhlasan?
Sayangnya, waktu tidak pernah menunggu.
Dalam khazanah Islam, Rasulullah ﷺ sudah jauh-jauh hari mengingatkan umatnya agar tidak menunda amal saleh.
Pesan ini terangkum dalam sebuah hadis terkenal yang diriwayatkan Abu Hurairah ra., dan dikutip oleh Imam an-Nawawi dalam Riyadhus Shalihin:
“Bersegeralah kalian melakukan amal-amal saleh sebelum datang tujuh hal: kemiskinan yang melupakan, kekayaan yang membuat sombong, penyakit yang merusak, usia tua yang melemahkan, kematian yang menghabisi, Dajjal yang merupakan seburuk-buruk makhluk yang ditunggu, atau Kiamat yang lebih dahsyat dan pahit.” (HR. Tirmidzi, hadis hasan)
“Bersegeralah kalian melakukan amal-amal saleh sebelum datang tujuh hal: kemiskinan yang melupakan, kekayaan yang membuat sombong, penyakit yang merusak, usia tua yang melemahkan, kematian yang menghabisi, Dajjal yang merupakan seburuk-buruk makhluk yang ditunggu, atau Kiamat yang lebih dahsyat dan pahit.” (HR. Tirmidzi, hadis hasan)
Hadis ini seolah mengetuk kesadaran kita:
jangan tunggu kondisi sempurna untuk berbuat baik — karena justru kondisi itulah yang belum tentu datang.
Tujuh Penghalang Kebaikan yang Nyata di Sekitar Kita
Rasulullah ﷺ tak hanya memberi perintah, tapi juga menjelaskan tujuh penghalang yang sering menjerat manusia. Dan menariknya, semua itu masih sangat relevan dengan kehidupan modern.
1. Kemiskinan yang Melupakan.
Ketika hidup dalam tekanan ekonomi, banyak orang kehilangan arah. Fokus hanya pada kebutuhan dasar membuat ibadah terasa “mewah”.
Namun, menurut Ustaz Adi Hidayat, “justru di saat sempit, amal kecil punya nilai besar di sisi Allah.” Misalnya, senyum di tengah lelah atau menolong sesama dengan tenaga, bukan harta.
2. Kekayaan yang Menyombongkan.
Ayat Al-Qur’an mengingatkan:
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas karena dia melihat dirinya serba cukup.” (QS. Al-‘Alaq: 6–7)
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas karena dia melihat dirinya serba cukup.” (QS. Al-‘Alaq: 6–7)
Kekayaan bisa jadi ujian yang lebih berat dari kemiskinan. Lihatlah bagaimana sebagian orang kehilangan empati setelah sukses, padahal harta seharusnya menjadi jembatan kebaikan, bukan jurang kesombongan.
3. Penyakit yang Merusak.
Saat sehat, manusia sering merasa kuat. Tapi ketika sakit datang, baru sadar betapa terbatasnya diri. Dalam jurnal Islamic Medical Association, disebutkan bahwa penderita penyakit kronis cenderung mengalami perubahan spiritual: mereka lebih dekat pada Tuhan — tapi juga menyesal karena tak sempat banyak beramal di masa sehat.
4. Usia Tua yang Melemahkan.
Tubuh menua, pikiran menurun, semangat menipis. Nabi ﷺ bersabda, “Allah menerima taubat hamba-Nya selama nyawa belum di tenggorokan.” (HR. Tirmidzi).
Jadi, sebelum tubuh tak lagi kuat, gunakan waktu muda dengan sebaik-baiknya.
5. Kematian yang Mengakhiri Segalanya.
Kematian bukan ancaman, tapi kepastian. Dan ia datang tanpa aba-aba.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Ketika anak Adam meninggal, terputuslah amalnya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim).
Kita tak pernah tahu kapan ajal tiba, tapi kita bisa memilih meninggalkan jejak amal yang tak berhenti mengalir.
6. Fitnah Dajjal.
Rasulullah menyebut Dajjal sebagai fitnah terbesar umat manusia. Di era digital, sebagian ulama menafsirkan “fitnah Dajjal” bukan hanya sosok, tapi juga simbol dari tipu daya dan informasi palsu yang menyesatkan manusia dari iman dan kebenaran.
7. Hari Kiamat.
Kiamat bukan sekadar kehancuran alam, tapi pengadilan sempurna atas setiap langkah hidup. Dan saat itu tiba, tak ada lagi kesempatan memperbaiki diri.
Penyesalan yang Terlambat
Al-Qur’an memotret banyak penyesalan manusia.
Ada yang menyesal karena tak sempat bersedekah (QS. Al-Munafiqun: 10–11), ada yang meminta hidup lagi agar bisa beramal (QS. Al-Mu’minun: 99–100), ada pula yang menyesal karena salah memilih pemimpin (QS. Al-Ahzab: 66–67).
Namun semua penyesalan itu datang setelah pintu waktu tertutup.
Segerakan Sebelum Terlambat
Nabi ﷺ pernah ditanya, “Sedekah apakah yang paling besar pahalanya?”
Beliau menjawab, “Sedekah ketika engkau sehat dan kuat, takut miskin, dan berharap kaya. Jangan menunggu sampai nyawa di tenggorokan.” (HR. Bukhari & Muslim).
Kalimat ini sangat relevan di era modern yang serba menunda.
Kita menunda ibadah karena kerja, menunda silaturahmi karena sibuk, menunda istirahat karena dikejar target — hingga lupa bahwa waktu bukan milik kita.
Lingkungan: Cermin Amal Kita
Teman, komunitas, dan lingkungan adalah cermin perilaku.
Allah berfirman:
“Celakalah aku! Andai aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku, sesungguhnya dia telah menyesatkanku dari peringatan setelah datang kepadaku.” (QS. Al-Furqan: 28–29)
Sebuah riset psikologi sosial dari Harvard University menyebutkan bahwa 70% perilaku moral manusia dipengaruhi oleh lingkungan sosial terdekat.
Maka, memilih teman saleh bukan hanya urusan akhlak, tapi juga strategi agar istiqamah.
Amal yang Tak Pernah Terlambat
Menjadi baik tidak harus menunggu sempurna.
Bersegera bukan berarti tergesa-gesa, tapi menyadari bahwa waktu adalah amanah yang cepat berlalu.
Mari isi hidup dengan hal-hal sederhana namun bermakna: membantu orang tua, berbagi ilmu, menanam pohon, atau sekadar menebar senyum tulus.
Dan sebagaimana doa Nabi ﷺ:
“Ya Allah, tolonglah kami untuk selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu. Jadikanlah kami termasuk orang-orang yang bersegera dalam kebaikan.”
(*)



