Suluah.id - Di berbagai rumah di Indonesia—dari kota besar hingga pelosok kampung—suara lantunan ayat Al-Quran hampir tak pernah absen setiap jelang magrib.
Namun, para ulama kerap mengingatkan bahwa hubungan kita dengan kitab suci ini seharusnya lebih dari sekadar ritual rutin. Al-Quran bukan hanya untuk dibaca, tetapi juga dipahami, direnungkan, dan dihidupkan dalam keseharian.
Sosok paling ideal dalam mempraktikkan hal tersebut tentu adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Ketika seorang sahabat bertanya kepada Aisyah Radhiallahu ‘Anha tentang akhlak beliau, jawabannya sederhana namun dalam:
"Akhlaknya adalah Al-Quran." (HR. Ahmad)
"Akhlaknya adalah Al-Quran." (HR. Ahmad)
Jawaban pendek ini seolah membuka jendela: Rasulullah bukan hanya pengajar Al-Quran, tetapi perwujudan nyata dari setiap nilai yang termaktub di dalamnya.
Lalu, bagaimana dengan kita? Berada di level mana interaksi kita dengan kitab suci ini?
Enam Level Interaksi dengan Al-Quran: Dari Sekadar Baca hingga Menjadi Cahaya
Para ulama memetakan setidaknya enam tingkatan hubungan seorang Muslim dengan Al-Quran. Menariknya, enam level ini dapat dilalui beriringan dan tidak harus sempurna satu per satu.
1. Ta’allumul Quran — Belajar Membaca
Ini adalah pondasi. Belajar makhraj, tajwid, dan kaidah dasar membaca Al-Quran.
Data dari Kemenag tahun 2023 menunjukkan bahwa minat belajar Al-Quran meningkat di kota-kota besar, terlihat dari bertambahnya jumlah kelas tahsin dan taman pendidikan Al-Quran berbasis komunitas.
2. Tilawah — Membaca Secara Rutin
Meski sederhana, level ini tetap utama. Rasulullah bersabda bahwa setiap huruf Al-Quran bernilai satu kebaikan, dan kebaikan itu dilipatgandakan sepuluh kali (HR. Tirmidzi).
Namun banyak orang berhenti di sini: rajin membaca, tetapi belum masuk tahap memahami.
3. Tafahhum — Memahami Makna
Inilah titik kritis. Allah bahkan bertanya dalam Al-Quran:
“Tidakkah mereka menghayati Al-Quran, ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)
Kini akses memahami makna menjadi sangat mudah:
– Aplikasi tafsir digital
– Terjemahan resminya Kemenag
– Kajian tafsir populer di kanal-kanal pendidikan Islam
Hal ini membuat proses memahami Al-Quran semakin terbuka bagi siapa saja.
4. Tadabbur — Merenungkan Pesan yang Mendalam
Jika memahami adalah membaca arti, tadabbur adalah menyelaminya.
Banyak tokoh Muslim dunia menggambarkan tadabbur sebagai “menemukan mutiara tersembunyi”—semakin dalam kita menyelam, semakin banyak keindahan yang terungkap.
5. Tatbiq — Mengamalkan
Di sinilah Al-Quran benar-benar menjadi hidup.
Kejujuran, amanah, semangat menolong, hingga pengendalian diri—semua dimulai dari ayat yang diamalkan dalam keseharian.
Sosiolog Muslim seperti Dr. Umar Faruq Abdullah menyebut bahwa masyarakat Muslim akan bangkit apabila ayat-ayat Al-Quran bertransformasi menjadi budaya, bukan sekadar bacaan.
6. Ta’lim — Mengajarkan dan Menyebarkannya
Level tertinggi, dan menjadi salah satu amal yang sangat dimuliakan:
"Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya." (HR. Bukhari)
Mengajarkan di era sekarang tidak hanya melalui majelis taklim—bisa melalui kelas daring, grup keluarga, atau sekadar mengingatkan sesama.
Antara Hafalan dan Pengamalan: Kesenjangan yang Mulai Terlihat
Fenomena yang cukup sering terjadi adalah ketika hafalan lebih dikejar daripada pengamalan. Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah hafiz muda terbanyak di Asia Tenggara, namun para pendidik sering mengingatkan: adab dan akhlak tetap menjadi pondasi utama.
Seorang ulama pernah berkata, “Hafalan tanpa akhlak bagaikan lampu tanpa cahaya.”
Hal ini juga ditegaskan dalam hadis riwayat Muslim bahwa Allah meninggikan derajat suatu kaum dengan Al-Quran, dan merendahkan kaum lain karena sikap mereka terhadapnya.
Ini bukan semata-mata soal hafalan, tetapi sejauh mana nilai-nilai Al-Quran membentuk perilaku.
Menghidupkan Al-Quran dalam Perjalanan Hidup: Mulai dari yang Kecil Tetapi Konsisten
Perjalanan spiritual ini tidak harus sempurna dan tidak ada kata terlambat.
Beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan:
Tambahkan 5 menit membaca terjemahan setiap kali selesai tilawah.
Pilih satu ayat favorit setiap pekan, lalu terapkan pesannya dalam perilaku sehari-hari.
Buat jurnal tadabbur singkat—banyak komunitas yang kini mempraktikkannya.
Ikuti kelas tafsir ringan di berbagai platform digital.
Hadis Nabi dengan sangat indah menggambarkan prinsip ini:
“Amal yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan secara konsisten meskipun kecil.”
Langkah-langkah kecil yang rutin jauh lebih berpengaruh daripada perubahan besar yang tidak bertahan lama.
Menjadi Quran yang Hidup
Tujuan akhir dari interaksi dengan Al-Quran bukan hanya menjadi pembaca atau penghafal yang baik, tetapi menjadi manusia yang perilakunya memantulkan cahaya kitab suci itu sendiri.
Dalam istilah para ulama, seseorang yang menghidupkan Al-Quran dalam dirinya disebut bagian dari ahlul Quran—keluarga Al-Quran.
Doa dalam QS. Al-Hasyr ayat 10 menutup perjalanan ini dengan indah:
“Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sungguh Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”
Dengan langkah kecil namun terus-menerus, kita berharap dapat menjadi pribadi yang keberadaannya membawa manfaat—sebagaimana pesan Al-Quran: “rahmatan lil ‘alamin.”(*)



