Iklan

Menjadi Ayah di Zaman Kini: Hikmah Qur’ani untuk Generasi yang Terjaga

18 November 2025, 07:56 WIB


Suluah.id - Dalam tradisi Qur’ani, sosok ayah sering digambarkan sebagai penopang fitrah keluarga—tokoh yang hadir memberi arah, teladan, dan doa. 

Meski kata ayah tidak selalu muncul dalam banyak ayat, Al-Qur’an menghadirkan figur Ayah Ideal melalui kisah-kisah penuh hikmah, terutama dalam Surah Luqman. 

Di sana, seorang ayah digambarkan sebagai sahabat perjalanan anaknya: menasihati tanpa memaksa, membimbing tanpa menghakimi.

Dalam satu sesi kajian keagamaan, tema “keayahan” kembali diletakkan ke panggung utama. Pembukaannya dimulai dengan doa keluarga Qur’ani—Rabbana hab lana min azwajina wa dzurriyatina qurrata a’yun…”—doa yang mengingatkan bahwa anak bukan sekadar anugerah, melainkan amanah yang harus dipelihara dengan sebaik-baiknya.

Fitrah Keayahan yang Kadang Merapuh


Namun perjalanan seorang ayah tak selalu mulus. Kisah klasik tentang seorang ayah yang mengadukan anaknya kepada Khalifah Umar bin Khattab menjadi cermin masa kini. 

Umar menjawab lugas, Engkau telah mendurhakai anakmu sebelum ia mendurhakaimu,” setelah melihat sang ayah tidak memberi pendidikan agama, tidak menghadirkan kasih sayang, bahkan memberi nama buruk pada anaknya.

Sebuah pengingat bahwa fitrah bisa rusak ketika ayah menjauh dari perannya.
Dalam banyak penelitian modern, pola asuh ayah memang berpengaruh besar pada karakter anak. 

Lembaga seperti American Psychological Association menyebut ayah yang hadir emosional membuat anak lebih stabil secara mental—selaras dengan pesan syariat tentang amanah keluarga.

Teladan Besar dari Kisah Para Nabi


Di antara teladan utama, figur Nabi Ibrahim selalu menjadi pusat. Doa-doanya untuk keturunan—Rabbij’alni muqimassolah wa min dzurriyati…”—menjadi bukti bahwa pendidikan anak dimulai dari spiritualitas ayah. 

Bahkan Al-Qur’an mencatat bahwa kesalehan seorang ayah pada generasi sebelumnya dapat menjadi penjaga bagi generasi setelahnya, sebagaimana dalam kisah dua anak yatim dalam Surah Al-Kahfi.

Banyak kisah lain menguatkan bahwa ayah tak selalu harus hadir secara fisik. Nabi Yusuf tumbuh besar tanpa kehadiran ayah untuk waktu lama, namun tetap menjadi sosok terbaik. Para ulama besar pun banyak yang tumbuh tanpa figur ayah, tetapi berada dalam lingkungan yang saleh dan suportif.

Ayah sebagai Pelindung Emosional Generasi


Kajian ini juga menekankan pentingnya kedekatan ayah–anak, terutama anak perempuan. Keteladanan hubungan penuh kelembutan antara Rasulullah dan Fatimah menjadi rujukan penting—dialog yang menenangkan, perhatian yang halus, hingga doa-doa penguat hati.

Pada sisi lain, ada batas yang harus dijaga. Disiplin tetap dianjurkan, tetapi kekerasan tidak pernah mendapat tempat.

Pendidikan yang baik lahir dari ketegasan yang penuh kasih, bukan dari kemarahan.

Perjalanan Panjang Bernama Pendidikan Anak


Tidak ada ayah yang langsung melihat hasil kerja kerasnya. Dalam Islam, pembentukan karakter dimulai sejak usia dini. Perintah shalat pada usia tujuh tahun adalah penanda bahwa fondasi harus dibangun sejak sebelum itu. Namun hasil akhir tetap hak Allah. Yang diminta hanyalah ikhtiar terbaik.

Pada akhirnya, pesan terbesarnya sederhana:
Ayah yang menjaga hubungan dengan Tuhannya akan dibantu menjaga keluarganya.

Doanya, keteladanannya, dan kesabarannya adalah benteng pertama sekaligus terakhir generasi.

Dalam dunia yang serba cepat, pesan ini mengingatkan: menjadi ayah bukan tentang kesempurnaan, tetapi tentang hadir—dengan hati, dengan doa, dan dengan cinta yang istiqamah.(*) 
Komentar
Mari berkomentar secara cerdas, dewasa, dan menjelaskan. #JernihBerkomentar
  • Menjadi Ayah di Zaman Kini: Hikmah Qur’ani untuk Generasi yang Terjaga

Iklan