Suluah.id - Ada yang istimewa dari bulan Rajab. Dalam kalender Hijriah, Rajab termasuk satu dari empat asyhurul hurum—bulan yang dimuliakan Allah, di mana perbuatan baik diganjar pahala berlipat, dan dosa pun berbobot lebih berat.
Bagi umat Islam, Rajab sering disebut sebagai “pintu masuk” menuju Ramadan. Ibarat petani, Rajab adalah masa menanam benih kebaikan, Sya’ban waktu menyiram, dan Ramadan saat memanen hasilnya.
Analogi itu diungkapkan oleh ulama besar abad ke-8 Hijriah, Ibnu Rajab Al-Hanbali, dalam Lathaif al-Ma’arif.
Sebuah perumpamaan yang sederhana, tapi sarat makna: sebelum memetik keberkahan Ramadan, bersihkan dulu hati dan perilaku dari “gulma” kezaliman.
Kezaliman: Dosa yang Tak Pernah Ringan
Imam An-Nawawi, ulama besar abad ke-13, dalam kitab klasik Riyadhus Shalihin, menulis satu bab khusus berjudul Tahrimizh Zhulmi wal Amri bi Raddil Madhlim — larangan berbuat zalim dan perintah mengembalikan hak orang yang terzalimi.
Sebuah isyarat betapa seriusnya masalah kezaliman dalam Islam.
“Takutlah kalian kepada kezaliman,” sabda Nabi Muhammad ﷺ, “karena kezaliman itu akan menjadi kegelapan pada hari kiamat.” (HR. Muslim).
“Takutlah kalian kepada kezaliman,” sabda Nabi Muhammad ﷺ, “karena kezaliman itu akan menjadi kegelapan pada hari kiamat.” (HR. Muslim).
Pesan itu bukan hanya untuk masa lalu, tapi juga sangat relevan di zaman kini — ketika kabar tentang ketidakadilan begitu mudah kita temui, dari ruang sidang hingga lini masa media sosial.
Kezaliman, dalam bahasa sederhana, berarti menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.
Bisa pada Allah (seperti syirik dan kufur), kepada sesama (merampas hak, menipu, memfitnah), atau bahkan kepada diri sendiri — seperti melampaui batas kemampuan tubuh, menenggelamkan diri dalam maksiat, atau membiarkan jiwa kehilangan arah.
Dosa yang Tidak Hilang dengan Waktu
Yang membuat kezaliman begitu menakutkan adalah: ia tidak hilang hanya dengan waktu. Dosa kepada Allah bisa dihapus dengan tobat, tapi dosa terhadap sesama menuntut pemulihan hak.
Nabi pernah memperingatkan dengan tegas:
“Barangsiapa mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka pada hari kiamat tanah itu akan dikalungkan kepadanya sampai tujuh lapis bumi.”
(HR. Bukhari-Muslim)
“Barangsiapa mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka pada hari kiamat tanah itu akan dikalungkan kepadanya sampai tujuh lapis bumi.”
(HR. Bukhari-Muslim)
Bayangkan, hanya sejengkal tanah—betapa berat balasannya. Di zaman sekarang, sejengkal tanah itu bisa bermakna apa saja: manipulasi sertifikat, menahan gaji pekerja, mengambil hak rakyat lewat korupsi, atau merusak reputasi orang lain dengan fitnah digital.
Tak heran, Rasulullah juga menegaskan bahwa doa orang yang dizalimi tidak akan pernah tertolak. “Takutlah pada doa orang yang terzalimi,” sabda beliau, “karena doa itu menembus awan, dan Allah berfirman: Demi keagungan-Ku, Aku pasti menolongmu meskipun setelah beberapa waktu.” (HR. Ahmad).
Konteks Kekinian: Dari Media Sosial hingga Kantor
Dalam konteks modern, kezaliman tidak selalu berupa kekerasan fisik. Ia bisa hadir dalam bentuk komentar jahat di media sosial, penundaan hak pekerja, atau penyebaran hoaks yang merusak nama baik seseorang.
Menurut survei Digital Civility Index 2024 yang dirilis Microsoft, Indonesia masih termasuk negara dengan tingkat kesopanan digital rendah di Asia Tenggara. Banyak warganet yang mudah menghina, menyebar kebencian, atau menghakimi tanpa fakta. Bukankah itu juga bentuk kezaliman — ketika kita melukai kehormatan orang lain lewat jari dan layar?
Sementara itu, data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2024 menunjukkan kerugian negara akibat korupsi mencapai lebih dari Rp 45 triliun. Sebagian besar berasal dari penyalahgunaan jabatan dan wewenang — bentuk kezaliman sistemik yang berdampak luas pada masyarakat kecil.
Rajab: Momentum untuk Bersih-Bersih Hati
Rajab bukan sekadar bulan istimewa di kalender hijriah. Ia mengingatkan kita untuk membersihkan hati dari rasa angkuh dan perilaku zalim, sekecil apa pun bentuknya.
Langkah sederhana yang bisa kita lakukan:
Muhasabah diri — tanyakan, adakah hak orang lain yang belum kita tunaikan?
Kembalikan hak — minta maaf atau kembalikan jika masih memegang hak orang lain.
Perbanyak istighfar dan sedekah — karena keduanya adalah pembersih dosa sosial dan spiritual.
Bijak bermedia sosial — tahan jari, pikirkan dampak sebelum berbagi.
Sebarkan kebaikan kecil — dari senyum tulus, membantu tetangga, hingga membagikan ilmu.
Menyemai Terang di Tengah Gelap
Kezaliman memang bisa menyebar cepat, tapi kebaikan punya daya pantul yang lebih kuat. Setiap tindakan adil, setiap kata lembut, setiap usaha memaafkan — semua itu adalah cahaya kecil yang mengusir gelap.
Rajab adalah undangan lembut dari Tuhan untuk memulai kembali: menanam kebaikan, menebus kesalahan, dan menumbuhkan nurani yang bersih.
Sebab seperti yang diajarkan Rasulullah ﷺ, keimanan sejati tak pernah bisa hidup berdampingan dengan kezaliman.
“Barangsiapa yang benci pada sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (HR. Bukhari-Muslim)
“Barangsiapa yang benci pada sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (HR. Bukhari-Muslim)
Semoga kita semua termasuk dalam golongan yang menjaga diri dari kezaliman — kepada Tuhan, sesama, dan diri sendiri — dan kelak dipertemukan di surga yang penuh cahaya.
(*)



