Iklan

Bangkit dari Zona Nyaman

12 November 2025, 12:30 WIB


Suluah.id - Ada kalanya kita menonton video motivasi berjam-jam, membaca kutipan bijak setiap pagi, bahkan menyimpan ratusan kalimat penyemangat di layar ponsel—namun hidup terasa tetap di tempat yang sama.

Kata-kata Sayyidina Ali bin Abi Thalib seakan menampar kita dengan lembut:
Ribuan motivasi tidak akan bisa mengubah hidupmu, jika kau masih berbaring di atas rasa malas dan merasa nyaman dalam hal yang sia-sia.”

Kalimat itu bukan sekadar nasihat klasik. Ia adalah refleksi tentang satu hal yang sering kita abaikan: kenyamanan semu.

Ketika Nyaman Menjadi Perangkap


Zona nyaman sering disalahartikan sebagai ketenangan. Padahal, menurut psikolog klinis Universitas Indonesia, Dra. Rose Mini Agoes Salim, M.Psi, kenyamanan yang berlebihan justru bisa menghambat pertumbuhan diri.

“Orang cenderung bertahan dalam rutinitas yang membuatnya merasa aman, tapi tanpa disadari, itu menjauhkan mereka dari perubahan yang dibutuhkan,” ujarnya (Kompas, 2023).

Fenomena ini bukan hal baru. Banyak orang merasa ingin berubah—lebih disiplin, lebih produktif, lebih baik—namun berhenti di tahap niat. Kita sibuk mencari inspirasi baru, padahal yang dibutuhkan bukan tambahan semangat, melainkan keberanian untuk bergerak.

Spirit dari Al-Qur’an dan Hadis


Al-Qur’an telah lama mengingatkan tentang pentingnya perubahan dari dalam diri.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)

Ayat ini bukan hanya seruan spiritual, tapi juga prinsip psikologis. Perubahan tidak bisa datang dari luar jika batin masih menolak berubah.

Rasulullah ﷺ pun bersabda,
Kuatlah terhadap apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan lemah.”
(HR. Muslim)

Pesannya jelas: iman harus melahirkan aksi. Doa tanpa usaha hanyalah wacana spiritual.

Musuh Sunyi Bernama Malas


Imam Abu Hamid al-Ghazali, dalam karya monumentalnya Ihya Ulumuddin, menulis:
Kelemahan terbesar manusia bukan pada tubuhnya yang letih, tetapi pada hatinya yang rela tertidur dalam kemalasan.”

Kemalasan bukan sekadar tidak mau bekerja. Ia adalah bentuk penyerahan diri terhadap rasa nyaman yang menipu.
Penelitian dari American Psychological Association (APA, 2021) menunjukkan bahwa kebiasaan menunda (prokrastinasi) sering dipicu oleh emosi negatif—bukan kurangnya motivasi. 

Artinya, banyak dari kita sebenarnya tahu apa yang harus dilakukan, tapi memilih menunda karena takut gagal atau terlalu nyaman dengan status quo.

Mulailah dengan Langkah Kecil


Tak perlu menunggu semangat datang. Mulailah saja.

Psikolog produktivitas James Clear, penulis buku Atomic Habits, menulis bahwa perubahan besar dimulai dari langkah kecil yang dilakukan konsisten. “Satu persen kemajuan setiap hari, dalam setahun bisa membawa hasil 37 kali lebih baik,” tulisnya.

Perubahan memang tak selalu mudah. Tapi seperti kata pepatah Arab, “Barang siapa bersabar di awal, akan menuai manis di akhir.”

Doa yang Menggerakkan

Mungkin sudah saatnya berhenti mencari motivasi baru. Karena perubahan bukan soal seberapa banyak kita mendengar kata bijak, tetapi seberapa cepat kita melangkah, meski perlahan.

“Berhentilah mencari motivasi baru jika tubuhmu masih enggan bergerak,” begitu penulis spiritual modern menulis.

“Dunia tidak akan menunggu orang malas yang pandai berencana. Ia hanya memberi ruang bagi mereka yang berani melangkah—meski gemetar, meski terlambat, asal tidak berhenti.”

Dan di ujung perjalanan, semoga doa ini senantiasa hidup di dada:
“Ya Allah, bangunkan kami dari tidur panjang kemalasan. Jadikan langkah kami ringan menuju kebaikan. Teguhkan hati kami untuk meninggalkan kesia-siaan, dan tanamkan semangat hidup yang Engkau ridhai.”
(*) 
Komentar
Mari berkomentar secara cerdas, dewasa, dan menjelaskan. #JernihBerkomentar
  • Bangkit dari Zona Nyaman

Iklan