Iklan

Afrizul, Sosok Penjaga Palang Kereta Api yang Berjasa Menyelamatkan Nyawa

11 November 2025, 09:43 WIB


Suluah.id - Di balik dentuman roda baja yang melintas di rel, ada sosok yang tak pernah tersorot kamera. Ia berdiri tegak di bawah terik matahari, matanya tajam menatap ke arah kejauhan. Sedikit saja lengah, nyawa bisa melayang.

Namanya Afrizul, lelaki 41 tahun asal Agam yang sudah delapan tahun menjadi penjaga pintu perlintasan kereta api di Lubuk Buaya, Padang. Warga sekitar mengenalnya dengan panggilan akrab, Zul

Setiap kali kereta api melintas, tangan Zul refleks menekan tombol merah di hadapannya. Palang perlahan turun, menutup dua jalur kendaraan yang padat oleh pengendara terburu waktu.

“Begitu terlihat kepala kereta, palang langsung saya turunkan. Tidak boleh ragu-ragu,” ujarnya sambil tersenyum kecil.

Namun, pekerjaan ini bukan sekadar rutinitas. Bagi Zul, setiap detik di pos jaga adalah pertaruhan antara keselamatan dan bencana. “Paling sering itu pengendara menerobos. Kadang palang belum sampai bawah, mereka sudah tabrak saja,” keluhnya. 

Dalam setahun, Zul mencatat, setidaknya delapan kali palang patah karena ditabrak pengendara yang tak sabar.

Fenomena ini bukan hanya terjadi di Padang. Data Kementerian Perhubungan tahun 2023 mencatat, masih ada lebih dari 3.600 titik perlintasan sebidang di Indonesia yang belum dijaga atau belum dilengkapi sistem otomatis. 

Di titik-titik seperti inilah, peran penjaga manual seperti Afrizul menjadi penyelamat nyata.

Menurut catatan PT KAI, sepanjang 2022 tercatat lebih dari 260 kasus kecelakaan di perlintasan kereta api, sebagian besar akibat pengendara yang nekat menerobos palang.

“Dari jauh sudah bunyi alarm, tapi tetap saja ada yang melanggar,” ujarnya, nada suaranya datar tapi matanya menunjukkan rasa prihatin. 

Saat palang rusak, Zul tak punya waktu untuk marah. Ia segera berlari ke jalur yang terbuka sambil membawa bendera merah untuk menahan kendaraan. “Yang penting selamat dulu, marah nanti belakangan,” katanya sambil tertawa kecil.

Selain pengendara nekat, bahaya lain datang dari rel yang licin, terutama saat hujan. Rata-rata, Zul menolong lima pengendara motor setiap harinya yang terjatuh akibat slip di rel.

“Kalau mau aman, jangan ambil jalur lurus waktu melintasi rel. Harus agak menyudut supaya ban tidak tersangkut,” pesannya.

Zul paham betul medan di tempatnya bekerja. Dari pukul lima subuh hingga siang, 12 kali kereta lewat—mulai dari rangkaian penumpang hingga barang. Sementara rekannya yang bertugas sore hingga malam akan menghadapi 13 kali lintasan kereta.

Tak jarang, Zul belum sempat sarapan karena harus memastikan semua pengendara aman sebelum kereta berikutnya datang.

Meski sarjana ekonomi manajemen dari Unitas Padang, Zul tak menyesal memilih pekerjaan ini. “Saya mungkin tidak pakai jas dan dasi, tapi saya tahu kerja saya menyelamatkan orang,” ujarnya pelan.

Baginya, setiap kali kereta lewat tanpa insiden, itu sudah cukup membuatnya bangga.

Perlintasan Lubuk Buaya memang ramai, karena berada di jalur strategis yang menghubungkan arah Bandara Internasional Minangkabau dan kawasan Tabing.

 Tak heran, Zul menjadi wajah yang dikenal pengendara tetap di sana. Banyak warga yang menyapanya setiap pagi, bahkan membawakan kopi atau nasi bungkus.

Di tengah deru kota dan hiruk-pikuk lalu lintas, Zul tetap berdiri di pos kecilnya, menjaga setiap nyawa yang melintas di atas rel baja itu. 

Ia tak memegang senjata, tak mengenakan seragam gagah, tapi tangannya yang menurunkan palang telah menyelamatkan lebih banyak nyawa daripada yang disadari banyak orang.

“Saya cuma ingin semua orang bisa sampai rumah dengan selamat,” ujarnya lirih.

Dan di Hari Pahlawan ini, mungkin kita perlu mengingat: tidak semua pahlawan lahir dari medan perang. Ada yang berdiri di perlintasan, di bawah panas matahari, menjaga agar deru kereta tak menjadi duka bagi keluarga di rumah.(*) 
Komentar
Mari berkomentar secara cerdas, dewasa, dan menjelaskan. #JernihBerkomentar
  • Afrizul, Sosok Penjaga Palang Kereta Api yang Berjasa Menyelamatkan Nyawa

Iklan