Suluah.id — Di tengah kesibukan dunia modern yang serba cepat dan sibuk, sebuah pesan lama dari ulama besar, Imam Hasan Al-Bashri (642–728 M), kembali menggema dan menampar kesadaran manusia akan hakikat waktu dan kesempatan hidup.
Dalam salah satu nasihatnya yang masyhur, beliau berkata:
“Sesungguhnya kalian pada hari ini mampu untuk melakukan hal-hal yang tidak mampu dilakukan oleh saudara-saudara kalian di alam kubur, maka manfaatkan dengan sebaik-baiknya kesehatan dan waktu luang, sebelum datangnya kematian dan waktu penghitungan amal.”
“Sesungguhnya kalian pada hari ini mampu untuk melakukan hal-hal yang tidak mampu dilakukan oleh saudara-saudara kalian di alam kubur, maka manfaatkan dengan sebaik-baiknya kesehatan dan waktu luang, sebelum datangnya kematian dan waktu penghitungan amal.”
Kutipan ini bukan sekadar kalimat bijak klasik. Ia adalah pengingat universal tentang urgensi waktu, amal, dan kesadaran diri, yang tetap relevan di setiap zaman—terutama di era digital ketika waktu sering tersita oleh hal-hal yang kurang bermakna.
Refleksi tentang Kesempatan dan Amal
Pesan Imam Hasan Al-Bashri menyoroti realitas sederhana namun sering diabaikan: manusia hidup dalam ruang kesempatan yang terbatas. Saat tubuh masih sehat dan jiwa masih kuat, setiap detik sejatinya adalah ladang amal yang terbuka luas.
Namun, seperti yang sering terjadi, manusia kerap menunda kebaikan dengan alasan “nanti”, tanpa sadar bahwa “nanti” bisa jadi tidak pernah datang.
Pesan Hasan Al-Bashri mengandung filosofi spiritual dan sosial yang mendalam. Ia mengingatkan umat manusia bahwa waktu adalah amanah, dan setiap detik yang berlalu tanpa amal adalah kehilangan yang tidak tergantikan.
Teladan Para Sahabat: Hidup yang Bermakna
Nabi Muhammad ﷺ juga telah menegaskan pentingnya memanfaatkan waktu dalam sabdanya:
“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, luangmu sebelum sibukmu, mudamu sebelum tuamu, dan kayamu sebelum miskinmu.”
(HR. al-Hakim)
Hadis ini menjadi landasan etika produktivitas dan kesadaran spiritual umat Islam sepanjang masa.
Para sahabat Nabi ﷺ menjadikan pesan ini sebagai pedoman hidup. Abu Bakr ash-Shiddiq ra., misalnya, dikenal selalu mendahului dalam beramal saleh bahkan sebelum diminta.
Sedangkan Umar bin Khattab ra. sering mengingatkan dirinya dengan kalimat yang menggugah:
“Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab.”
“Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab.”
Pesan ini menegaskan, hidup bukan tentang berapa lama seseorang hidup, tetapi seberapa bermakna ia menjalani hidupnya.
Konteks Kekinian: Saat Dunia Menyita Kesadaran
Menurut Laporan Global Time Use 2024 yang dirilis World Economic Forum, rata-rata manusia modern menghabiskan lebih dari 3 jam per hari di media sosial, sementara waktu untuk refleksi spiritual dan interaksi sosial bermakna semakin menurun hingga di bawah 30 menit per hari.
Data ini memperlihatkan bagaimana keseimbangan hidup manusia masa kini semakin tergeser ke arah konsumsi digital dan distraksi tanpa batas.
Manusia hari ini punya banyak alat untuk menyimpan waktu, tetapi sedikit yang tahu cara menggunakannya. Kesempatan hidup ini bukan sekadar tentang panjang umur, tapi seberapa sering kita menjadikannya sarana mendekat kepada Allah.”
Doa dan Harapan
Dalam penutup renungannya, Imam Hasan Al-Bashri berdoa dengan penuh kerendahan hati:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي أَعْمَارِنَا، وَأَصْلِحْ قُلُوبَنَا، وَاجْعَلْ أَيَّامَنَا مَمْلُوءَةً بِالطَّاعَةِ وَالذِّكْرِ، وَلَا تَجْعَلْنَا مِنَ الغَافِلِينَ.
“Ya Allah, berkahilah umur kami, perbaikilah hati kami, jadikan hari-hari kami penuh ketaatan dan dzikir kepada-Mu, dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang-orang yang lalai.”
Doa tersebut bukan hanya penutup, melainkan ajakan untuk bertindak sekarang juga — sebelum waktu menutup kesempatan.
Hidup Sebagai Ladang Amal
Melalui pesan abadi ini, Imam Hasan Al-Bashri sejatinya ingin menyampaikan bahwa hidup adalah ruang beramal tanpa batas, sedangkan kematian adalah batas tanpa ruang beramal.
Kesempatan hari ini bukan sekadar anugerah, tetapi amanah untuk memaknai hidup dengan amal, bukan sekadar menunggu waktu berlalu.
Dan mungkin, pesan itu bisa dirangkum dalam satu kalimat sederhana:
“Selagi bisa berbuat, berbuatlah. Sebab, suatu hari nanti, yang tersisa hanyalah penyesalan atas waktu yang tak kembali.”
Apakah Anda hari ini sudah menggunakan waktu untuk sesuatu yang benar-benar bermakna?
(*)



