Iklan

Ketika Palito Tuo Menjadi Penjaga Rumah Allah

08 Oktober 2025, 20:39 WIB



suluah.id - Bagi sebagian orang, masa pensiun berarti waktu untuk beristirahat—berleha-leha di rumah, bermain dengan cucu, atau menikmati secangkir kopi di teras setiap pagi. 

Namun, bagi sebagian “palito tuo” — sebutan khas Minangkabau untuk para sesepuh — masa pensiun justru menjadi awal dari perjalanan baru: menjadi pengurus masjid atau mushalla.

Di banyak kampung di Sumatera Barat, pemandangan ini bukan hal langka. Begitu pensiun dari status Pegawai Negeri Sipil (PNS), tak sedikit bapak-bapak yang langsung “naik jabatan” menjadi PM: Pengurus Masjid

Mereka datang lebih awal sebelum azan, memastikan karpet bersih, pengeras suara berfungsi, dan jamaah nyaman beribadah.

“Dulu sibuk urus kantor, kini waktunya urus rumah Allah,” kata seorang pensiunan PNS di Padang Panjang, sambil tersenyum.

Pekerjaan yang Tak Pernah Ada Tunjangannya


Menjadi pengurus masjid mungkin tak menawarkan gaji bulanan atau tunjangan pensiun. Namun, banyak di antara mereka yang menyebut pekerjaan ini sebagai “amal akhir hayat”.

“Rasanya hati lebih tenang. Kita tak lagi kejar dunia, tapi mulai menata bekal pulang,” begitulah tekadnya. 

Data dari Kementerian Agama RI (2024) menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat lebih dari 800 ribu masjid dan mushalla. Sebagian besar di antaranya dikelola oleh relawan lansia atau purnabakti yang dengan sukarela mengabdikan waktunya.

Sosiolog agama dari UIN Syarif Hidayatullah, Dr. Nur Hadi, menyebut fenomena ini sebagai “transformasi sosial spiritual.”

“Ketika seseorang berhenti dari pekerjaan formal, ia mencari makna baru. Masjid menjadi ruang sosial dan spiritual yang memberi rasa berguna dan dihargai,” jelasnya.

Menghidupkan Masjid, Menghidupkan Jiwa


Bagi banyak palito tuo, menjadi pengurus masjid bukan sekadar membersihkan sajadah. Mereka juga menjadi penjaga nilai — memastikan generasi muda tetap akrab dengan rumah ibadah.

Menurut Buya Hamka (1908–1981), ulama besar kebanggaan Indonesia, manusia harus bisa “bergaul dengan manusia banyak, bukan dengan malaikat.”

Artinya, kesalehan sejati bukan hanya dalam ibadah pribadi, tapi juga dalam kepedulian sosial. Dalam konteks inilah, peran para pensiunan sebagai pengurus masjid menjadi begitu penting — mereka menghadirkan keteladanan dalam kesederhanaan.

Pensiun Bukan Akhir, Tapi Awal Baru


Psikolog klinis dari Universitas Indonesia, Dr. Andri M. Gunawan, menyebut aktivitas sosial dan spiritual seperti ini justru bisa menjaga kesehatan mental lansia.

“Ketika mereka merasa dibutuhkan dan punya rutinitas bermakna, tingkat stres menurun dan kualitas hidup meningkat,” ujarnya, mengutip hasil riset Journal of Gerontological Social Work (2023).

Maka, jangan heran jika di banyak kampung, kita sering melihat sosok-sosok sepuh yang tetap energik menyapu serambi masjid, mengatur jadwal imam, atau menyalakan lampu sebelum Magrib tiba.

Mereka adalah contoh nyata bahwa pensiun bukan akhir dari pengabdian, melainkan awal dari perjalanan pulang dengan hati yang lapang.

“Semoga Allah berikan kita kesehatan, keseriusan, kesabaran, dan kearifan bergaul dengan manusia,” pesan Buya Hamka yang terasa semakin hidup dalam sosok para palito tuo penjaga masjid itu.
(*) 
Komentar
Mari berkomentar secara cerdas, dewasa, dan menjelaskan. #JernihBerkomentar
  • Ketika Palito Tuo Menjadi Penjaga Rumah Allah

Iklan