Suluah id - Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang serba cepat dan penuh tekanan, banyak orang mencari satu hal sederhana yang kini terasa langka: ketenangan hati.
Sebagian menemukan lewat meditasi, sebagian lewat musik, dan sebagian lainnya kembali menengok sumber kedamaian yang tak lekang zaman — Al-Qur’an.
Ketenangan yang Datang dari Kalam Ilahi
Membuka mushaf, membaca ayat demi ayat, lalu berhenti sejenak pada kalimat yang terasa “menyapa” jiwa — banyak orang menggambarkan pengalaman itu seperti berbicara langsung dengan Tuhan.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
Ayat ini menjadi pengingat sederhana bahwa ketenangan sejati bukan sekadar hasil dari istirahat panjang, liburan mahal, atau meditasi trendi. Ia lahir dari kedekatan hati dengan kalam-Nya.
Penelitian modern bahkan mulai menyingkap sisi ilmiahnya. Studi dari Journal of Religion and Health (2018) menunjukkan bahwa aktivitas spiritual seperti membaca kitab suci dapat menurunkan tingkat stres, menenangkan detak jantung, dan meningkatkan hormon endorfin — hormon bahagia.
Lebih dari Sekadar Bacaan
Hidup bersama Al-Qur’an bukan hanya soal membaca. Ia adalah proses menyelam — dari membaca, memahami, merenungkan, hingga mengamalkan.
Ustaz Adi Hidayat pernah berkata dalam sebuah ceramahnya, “Al-Qur’an tidak hanya untuk dibaca dengan lisan, tapi juga dengan perilaku.”
Artinya, ayat-ayat suci itu baru terasa hidup saat nilai-nilainya hadir dalam keseharian: kejujuran dalam bekerja, sabar menghadapi cobaan, lembut dalam berbicara, dan adil dalam keputusan.
Obat Hati yang Tak Tergantikan
Setiap manusia pasti pernah dilanda gundah, kecewa, atau kehilangan arah. Di saat itulah Al-Qur’an hadir sebagai “obat hati”.
Allah berfirman:
“Wahai manusia, sungguh telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada di dalam dada, serta petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57)
Tak sedikit kisah nyata membuktikan hal ini. Seorang relawan kemanusiaan di Palestina mengaku kepada Al Jazeera, bahwa satu-satunya hal yang membuatnya tetap kuat di tengah reruntuhan adalah lantunan surah Al-Baqarah yang terus ia baca setiap pagi.
“Kalau bukan karena Al-Qur’an, mungkin aku sudah menyerah,” ujarnya.
Jalan Hidup yang Lurus
Bagi umat Islam, Al-Qur’an adalah peta kehidupan. Ia membedakan yang benar dari yang salah, menuntun ke jalan yang lurus, dan memberi arah di tengah gelapnya moralitas zaman.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 2,
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”
Dalam dunia yang serba instan, pesan ini terasa sangat relevan. Banyak yang mengejar kesuksesan dengan segala cara, namun lupa bahwa keberkahan hidup justru datang saat kita berpegang pada nilai kebenaran.
Mencintai dan Mengajarkan
Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
Mencintai Al-Qur’an berarti mencintai nilai-nilai kasih sayang, keadilan, dan kemanusiaan yang terkandung di dalamnya. 
Dan mencintai itu berarti pula menyebarkannya — bukan hanya lewat pengajaran formal, tapi juga lewat keteladanan sikap.
Kini, banyak gerakan sosial dan komunitas yang mencoba menumbuhkan kecintaan ini. Misalnya, Gerakan One Day One Juz (ODOJ) yang digagas oleh anak muda Indonesia.
Dengan jutaan anggota di seluruh dunia, mereka membuktikan bahwa mendekat pada Al-Qur’an bisa dilakukan dengan cara sederhana namun konsisten.
Menemukan Diri di Tengah Ayat
Pada akhirnya, hidup bersama Al-Qur’an bukan sekadar ritual keagamaan, tapi perjalanan menemukan diri sendiri.
Ia menuntun hati yang resah menuju kedamaian, dari kebingungan menuju keyakinan, dari gelap menuju cahaya.
Mungkin, dalam dunia yang makin berisik dan lelah seperti sekarang, kembali membuka mushaf adalah bentuk “liburan batin” yang paling sejati.
Karena seperti janji Allah dalam QS. Thaha: 123,
“Barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, maka ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.”
(*)
 
 




 
 
 
