Iklan

Jangan Tunggu Sempurna untuk Menebar Kebaikan

29 September 2025, 08:10 WIB


Suluah.id - Pernahkah kamu merasa bimbang saat ingin menasihati seseorang? Di satu sisi, hati tergerak untuk mengingatkan saudara kita agar menjauhi keburukan. 

Di sisi lain, terlintas rasa minder: “Aku sendiri masih banyak salah, apakah pantas menegur orang lain?”

Perasaan seperti ini ternyata bukan cuma milik kita. Banyak orang di luar sana yang menahan diri karena takut dicap sok suci atau merasa dirinya belum layak berbicara. 

Padahal, jika menunggu sempurna, mungkin tidak akan ada satu pun yang berani mengajak kepada kebaikan.

Seruan Kebaikan Tidak Mensyaratkan Kesempurnaan


Al-Qur’an dengan jelas mengingatkan:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.”
(QS. Ali ‘Imran: 104)

Ayat ini menjadi bukti bahwa seruan kepada kebaikan adalah tugas bersama. Tak ada syarat harus menjadi manusia suci untuk bisa mengingatkan. Bahkan para sahabat Nabi pun menyadari bahwa mereka pun manusia biasa.

Abu Darda pernah berkata dengan rendah hati:
Boleh jadi aku mengajak kalian kepada suatu kebaikan, sedang aku sendiri belum melakukannya. Namun aku berharap Allah mencatatnya sebagai suatu kebaikan bagiku.”

Begitu juga Sa’id bin Jubair yang menegaskan bahwa jika amar ma’ruf nahi mungkar hanya boleh dilakukan oleh orang yang sempurna, niscaya tak seorang pun akan melakukannya.

Keteladanan dari Para Sahabat


Lihatlah Umar bin Khattab. Beliau dikenal tegas, tetapi di balik ketegasannya, Umar sering menangis di malam hari sambil berkata, Celakalah Umar jika Allah tidak mengampuninya.”

Meski begitu, tangisan itu tidak membuatnya diam. Umar tetap berdiri di mimbar, mengajak umat pada kebaikan.

Abu Hurairah, sahabat yang meriwayatkan ribuan hadits, pernah berkata, “Seandainya bukan karena ayat dalam Kitabullah, aku tidak akan meriwayatkan satu hadits pun,” lalu ia membaca QS. Al-Baqarah: 159 tentang larangan menyembunyikan ilmu. Ini menunjukkan rasa takut yang mendalam, tetapi tidak menghalanginya untuk berbicara.

Menjadi Pengingat yang Lembut


Mengajak kebaikan bukan berarti merasa lebih baik dari orang lain. Sebaliknya, itu tanda kepedulian.

Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda:
Agama itu adalah nasihat.”
(HR. Muslim)

Dan beliau juga mengajarkan:
Barang siapa melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah iman.”
(HR. Muslim)

Artinya, mengingatkan adalah bagian dari iman, meski hanya dengan hati. Namun yang paling penting adalah cara penyampaiannya. Nasihat akan lebih mudah diterima jika disampaikan dengan kasih sayang, bukan dengan marah-marah.

Nasihat yang Menggandeng, Bukan Mendorong


Bayangkan seorang teman yang menggandeng tanganmu di jalan yang licin. Lembut, hati-hati, dan penuh empati. Begitulah seharusnya nasihat.

Ulama sufi pernah berkata:
Nasihat itu mudah, tetapi sulit diterima, karena terasa pahit bagi jiwa. Sebab kebodohan itu lebih disukai oleh tabiat manusia.”

Maka, kesabaran dan doa menjadi bekal penting bagi siapa pun yang ingin menjadi pengingat kebaikan.

Mulai dari Diri Sendiri, Tapi Jangan Berhenti di Situ


Memang benar, kita harus terus memperbaiki diri. Namun jangan jadikan ketidaksempurnaan sebagai alasan untuk diam. Justru dengan memberi nasihat, kita mengingatkan diri sendiri.

Psikolog sosial menyebut ini sebagai self-reminder effect — ketika kita menyampaikan pesan moral, otak kita ikut menginternalisasi pesan itu, sehingga kita lebih terdorong untuk mengamalkannya. Dengan kata lain, memberi nasihat adalah bentuk latihan mental untuk menjadi lebih baik.

Hidup ini bukan panggung kesempurnaan. Kita semua sama-sama berjuang. Menasihati bukan berarti merasa suci, melainkan mengajak bersama-sama menuju kebaikan.

Maka, jangan tunggu sempurna untuk menebar kebaikan. Mulailah dari hal kecil: mengingatkan teman untuk shalat, mengajak keluarga berbagi makanan, atau sekadar tersenyum pada tetangga.

Kebaikan kecil pun bisa menjadi catatan besar di sisi Allah.
Seperti firman-Nya:
Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa.”
(QS. Al-Ma’idah: 2)

Karena dunia ini terlalu berat jika dijalani sendirian, mari kita saling menguatkan.(*) 
Komentar
Mari berkomentar secara cerdas, dewasa, dan menjelaskan. #JernihBerkomentar
  • Jangan Tunggu Sempurna untuk Menebar Kebaikan

Iklan