Iklan

Ketika Jari Lebih Cepat dari Hati dan Pikiran

18 Desember 2025, 08:08 WIB


Suluah.id - Di era digital, lisan tak lagi selalu berupa suara. Ia menjelma menjadi ketikan di layar ponsel, komentar di media sosial, dan pesan singkat di ruang percakapan. 

Berbicara menjadi mudah, menulis terasa ringan, sementara diam justru semakin langka. 

Banyak orang merasa harus selalu bersuara, seolah nilai diri diukur dari seberapa cepat dan sering berkomentar.
Masalahnya, jari sering kali bergerak lebih cepat dari hati.

Kata-kata dikirim saat emosi masih panas, sebelum pikiran benar-benar jernih. Tanpa tatap muka, tanpa nada suara, tanpa getar rasa, pesan mudah disalahpahami. 

Ruang digital pun kerap berubah menjadi ladang kegaduhan: relasi menjadi rapuh, orang mudah tersinggung, dan luka batin tersebar tanpa terlihat wujudnya.

Saiful Auliya pernah mengingatkan, Ucapan tertinggi adalah diamnya lisan dengan bicaranya hati.” 

Dalam konteks hari ini, diam berarti menahan jari sejenak sebelum membalas. Memberi jarak antara rasa dan respons. Tidak semua yang benar harus segera disampaikan, dan tidak semua yang terasa perlu diumumkan.

Nasihat Hasan al-Bashri terasa semakin relevan. Dunia, katanya, hanya tentang tiga hari: kemarin yang telah berlalu, hari ini yang sedang dijalani, dan esok yang belum tentu datang. Namun hari ini kerap habis untuk perdebatan digital yang melelahkan jiwa, seolah esok adalah kepastian.

Imam Al-Ghazali mengingatkan bahwa lidah yang kecil bisa berdampak besar. Kini, lidah itu berwujud teks—dampaknya bahkan lebih luas dan lebih abadi. 

Al-Qur’an menegaskan bahwa setiap kata dicatat (QS. Qaf: 18). Rasulullah ﷺ pun berpesan singkat namun tegas: berkata baik atau diam.

Maka obat dari kegaduhan digital ini bukan teknologi baru, melainkan kebijaksanaan lama: menempatkan hati sebagai imam. 

Membiasakan jeda sebelum menekan tombol kirim. Diam bukan kelemahan, melainkan tanda kedewasaan.

Di tengah kebisingan komentar, barangkali yang paling kita butuhkan hari ini adalah keberanian untuk diam—agar hati sempat bicara.(*) 
Komentar
Mari berkomentar secara cerdas, dewasa, dan menjelaskan. #JernihBerkomentar
  • Ketika Jari Lebih Cepat dari Hati dan Pikiran

Iklan