Suluah.id - Di tengah hiruk-pikuk dunia digital, notifikasi datang silih berganti, opini bertebaran di media sosial, dan setiap orang berlomba jadi pusat perhatian.
Namun di balik layar smartphone itu, ada sesuatu yang jauh lebih halus dan berbahaya: bisikan halus yang menggoda manusia untuk melupakan arah. Dalam istilah agama, itulah langkah-langkah setan.
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan...”
— (QS An-Nur: 21)
Ayat ini terasa relevan di masa kini, ketika “langkah-langkah setan” bisa berarti apa saja — dari keinginan pamer di media sosial, kebiasaan menunda ibadah, hingga sikap mudah marah di kolom komentar.
Setan: Musuh yang Tak Pernah Lelah
Memahami jurus-jurus setan adalah bagian dari benteng pertahanan seorang muslim. Kita sering sibuk mengenal hal-hal baik, tapi jarang mengantisipasi keburukan, merujuk pada kisah sahabat Nabi Hudzaifah bin al-Yaman yang lebih memilih bertanya tentang keburukan agar bisa menghindarinya.
Al-Qur’an pun menegaskan bahwa setan bukan sekadar musuh simbolik, tapi musuh nyata yang aktif menyesatkan.
“Sesungguhnya setan itu musuh bagimu, maka jadikanlah ia musuh...” (QS Fathir: 6)
Artinya, kesadaran saja tidak cukup. Banyak orang tahu bahwa setan adalah musuh, tetapi dalam praktiknya malah mengikuti alurnya—entah lewat amarah, kesombongan, atau kemalasan beribadah.
Strategi Licik: Dari Zaman Nabi hingga Era Media Sosial
Setan tak selalu berupa makhluk gaib. Dalam Al-Qur’an (QS Al-An’am: 112), disebutkan ada juga “setan dari golongan manusia”—yakni mereka yang menebar tipu daya dengan kata-kata indah namun menyesatkan.
Fenomena ini tampak nyata di era modern. Misinformasi, ujaran kebencian, dan manipulasi opini publik sering kali dibungkus dengan narasi memesona.
“Kalimat yang indah tidak selalu benar,” tulis Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin. “Setan sering bersembunyi di balik kebaikan palsu.”
Lima Jurus Setan dalam Menjerat Manusia
Menurut penjelasan ulama besar Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, ada lima tahap utama bagaimana setan menjerat manusia.
Menyeret ke jurang syirik dan kekufuran.
Inilah serangan paling fatal: membuat manusia berpaling dari Tuhan. Rasulullah ﷺ menyebut bahwa semua manusia dilahirkan dalam fitrah, namun “setan menyesatkan mereka dari agama” (HR Muslim).
Menggoda untuk melakukan dosa besar.
Durhaka kepada orang tua, menipu, atau berlaku zalim — dosa besar seperti ini adalah pintu kehancuran moral.
Membiasakan dosa kecil secara terus-menerus.
“Hati-hatilah terhadap dosa kecil,” sabda Nabi ﷺ, “karena ia seperti api yang membakar kayu.” (HR Ahmad). Di zaman sekarang, bisa jadi dosa kecil itu adalah kebiasaan berbohong ringan di media sosial atau menunda salat karena terlalu asyik scrolling.
Menyibukkan manusia dengan hal-hal mubah yang berlebihan.
Setan tahu, tak semua harus disesatkan lewat dosa. Kadang cukup lewat hal-hal netral — seperti menonton berlebihan, makan berlebihan, atau sekadar rebahan tanpa arah.
Mengacaukan skala prioritas.
Misalnya rajin ibadah sunnah tapi lalai dalam kewajiban. Atau sibuk berdakwah di media sosial, tapi melupakan adab kepada keluarga.
Setan pandai membuat kita sibuk dengan yang baik, tapi melupakan yang lebih baik.
Benteng Pertahanan: Dari Dzikir Hingga Kesadaran Diri
Islam tak hanya memperingatkan, tapi juga memberikan solusi. Benteng pertahanan terhadap setan sejatinya sederhana, tapi perlu disiplin. Rasulullah ﷺ mengajarkan zikir pagi dan petang (membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas), serta doa sebelum tidur untuk melindungi jiwa.
Ahli psikologi Islam, Prof. Hamdani Bakran Adz-Dzaky, menambahkan bahwa dzikir dan kesadaran spiritual juga terbukti menyeimbangkan emosi dan mengurangi stres, sesuai hasil riset yang dipublikasikan dalam Journal of Religion and Health (2021).
Dengan kata lain, melawan setan tak hanya soal kekuatan iman, tapi juga tentang menjaga kesehatan mental dan emosi.
Keteguhan Seorang Umar
Salah satu kisah inspiratif adalah tentang Umar bin Khattab. Rasulullah ﷺ pernah bersabda,
“Jika Umar melewati suatu jalan, setan akan mencari jalan lain.” (HR Bukhari)
Tentu, bukan berarti Umar kebal dari godaan. Namun keteguhan imannya membuat setan enggan mendekat. Ketegasan, kesadaran diri, dan kejujuran spiritual—itulah yang membuat Umar “ditakuti” setan.
Menjaga Hati di Tengah Godaan Setan
Kini, setan mungkin tak lagi menggoda lewat bisikan di telinga, tapi melalui layar ponsel di genggaman. Godaannya datang dalam bentuk keinginan untuk pamer, iri terhadap pencapaian orang lain, atau menormalisasi perilaku salah demi “konten.”
Maka benteng pertahanan seorang Muslim bukan hanya sajadah, tapi juga self-awareness—kesadaran diri untuk berkata: cukup.
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami...” (QS Ali ‘Imran: 8)
Doa ini, mungkin, adalah antivirus terbaik yang pernah ada.
(*)



