Iklan

Menemukan Irama Jiwa dalam Ibadah

04 November 2025, 12:44 WIB


Ketika semangat beribadah datang dan pergi, bagaimana seharusnya kita bersikap?

Suluah.id - Ada hari di mana hati terasa begitu lapang. Bangun malam tak lagi berat, zikir mengalir tanpa dipaksa, dan air mata mudah jatuh saat menyebut nama Allah.

Namun di hari lain, entah mengapa, hati terasa kering. Al-Qur’an hanya dibaca tanpa rasa, doa terasa hambar, dan ibadah seolah kehilangan ruhnya.

Fenomena ini bukan hal baru. Bahkan sosok agung seperti Sayyidina Umar bin Khattab r.a. sudah memahami dinamika hati sejak berabad-abad lalu. 

Dalam salah satu perkataannya yang masyhur, beliau menasihati:
Sesungguhnya hati manusia memiliki masa datang dan pergi. Jika hatimu sedang datang (bersemangat), maka manfaatkanlah dengan memperbanyak amalan sunnah. Namun jika hatimu sedang pergi (lemah), cukupkanlah dengan menjaga amalan wajib.”
(Madarij as-Salikin, 3/122)

Pesan Umar begitu dalam: iman itu punya irama. Ada saatnya hati menanjak, ada pula masa ia menurun. Yang penting bukan bagaimana kita terus berlari, tapi bagaimana kita tidak berhenti — meski langkah terasa berat.

Naik Turun Iman, Bukan Tanda Lemah


Dalam sebuah hadis riwayat Muslim, dikisahkan sahabat Hanzhalah r.a. pernah merasa khawatir bahwa dirinya munafik. Ia berkata kepada Abu Bakar, “Hanzhalah munafik!” karena merasa hatinya tidak selalu khusyuk seperti ketika berada bersama Rasulullah ﷺ.

Kegelisahan itu mereka sampaikan kepada Nabi. Rasulullah ﷺ menjawab dengan penuh kasih:
Seandainya kalian selalu seperti saat bersamaku, niscaya malaikat akan menjabat tangan kalian di jalan. Tetapi wahai Hanzhalah, sa‘ah wa sa‘ah — ada waktunya begini, ada waktunya begitu.

Rasulullah ﷺ memahami betul tabiat manusia. Beliau tidak menuntut kesempurnaan tanpa jeda. Beliau justru mengajarkan keseimbangan antara semangat dan istirahat, antara gairah dan ketenangan.

Bahkan dalam QS. Al-Muzzammil ayat 20, Allah berfirman:
Bacalah (Al-Qur’an) sesuai yang mudah bagimu.”

Ayat ini menjadi bukti bahwa Allah tidak membebani di luar kemampuan hamba-Nya. Ibadah bukan sekadar soal banyaknya amal, tapi tentang kesinambungan hubungan antara hati dan Sang Pencipta — seperti pelita kecil yang tak padam meski diterpa badai.

Menemukan Ritme Spiritual


Dalam psikologi modern, kondisi naik-turun spiritual ini dikenal dengan istilah spiritual fluctuation. Dr. Lisa Miller, profesor psikologi dan pendiri Spirituality Mind Body Institute di Columbia University, menyebut bahwa fase “kering spiritual” adalah bagian normal dari perjalanan batin seseorang. 

“Yang penting bukan menghindarinya, tapi menapasinya dengan kesadaran,” tulisnya dalam bukunya The Awakened Brain (2021).

Artinya, saat hati terasa jauh dari Allah, itu bukan akhir dari perjalanan, tapi sinyal bahwa kita sedang diajak untuk menemukan kembali ritme ibadah yang lebih jujur dan alami.

Mungkin di satu waktu kita berlari dengan doa dan zikir, di waktu lain kita berjalan pelan hanya dengan menjaga salat wajib. Yang penting, tetap di jalan-Nya. Sebab, cinta sejati tidak selalu ditandai dengan api yang menyala terang, tapi dengan bara kecil yang tak pernah padam.

Ibadah Bukan Perlombaan, Tapi Perjalanan


Di era serba cepat ini, kita sering merasa bersalah saat semangat ibadah menurun. Media sosial memamerkan orang-orang yang rajin tahajud, khatam Al-Qur’an tiap minggu, atau aktif dalam kajian setiap malam. Tapi, seperti kata Sayyidina Umar, setiap hati punya masa.

Jika hari ini kita hanya mampu bertahan dengan salat lima waktu, maka itu pun berharga. Jika hari ini hanya mampu berzikir pelan, Allah tetap mendengar. Sebab yang Allah nilai bukan seberapa cepat langkah kita, tapi seberapa tulus arah yang kita tuju.

Maka saat hati terasa berat, jangan menyerah. Duduklah sebentar. Tarik napas dalam. Bisikkan dalam hati:
“Ya Allah, aku mungkin lemah, tapi aku tidak pergi.”
Dan di situlah, ibadah kembali menemukan iramanya.

اللَّهُمَّ اجْعَلْ قُلُوبَنَا دَائِمَةَ الذِّكْرِ لَكَ، وَمَحَبَّةً فِيكَ، وَثَبِّتْنَا عَلَى طَاعَتِكَ فِي السِّرِّ وَالْعَلَانِيَةِ، وَارْزُقْنَا لَذَّةَ الْقُرْبِ مِنْكَ دَائِمًا
Ya Allah, jadikanlah hati kami selalu ingat kepada-Mu, penuh cinta karena-Mu, dan teguhkan kami di atas ketaatan dalam sepi maupun ramai.
(*)
Komentar
Mari berkomentar secara cerdas, dewasa, dan menjelaskan. #JernihBerkomentar
  • Menemukan Irama Jiwa dalam Ibadah

Iklan