Iklan

Saat Kemenangan Berganti Tragedi di Bukit Uhud: Sebuah Kisah Tentang Disiplin yang Terlupa

23 September 2025, 07:42 WIB


Suluah.id – Sejarah mencatat, Perang Uhud bukan sekadar pertempuran, melainkan sebuah epik yang mengajarkan arti kepatuhan dan konsekuensi dari kelalaian. 
Di lereng bukit Uhud, pada tahun ke-3 Hijriah, takdir kaum Muslimin dan kafir Quraisy terbentang dalam sebuah drama penuh intrik dan pengkhianatan. 
Pertempuran yang nyaris dimenangkan itu, berakhir dengan pilu hanya karena satu kesalahan fatal yang dilakukan oleh sebagian pasukan.
Pada awalnya, gelombang optimisme menyelimuti 700 pasukan Muslim yang gagah berani, berhadapan dengan 3.000 tentara Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan. 
Pasukan Rasulullah SAW menunjukkan keunggulan taktik. Posisi strategis di kaki Bukit Uhud, dengan 50 pemanah elit yang ditempatkan di Bukit Ainain, memberikan keuntungan besar. 
Perintah Nabi jelas dan tegas: "Jangan tinggalkan posisi kalian, meskipun kalian melihat kami memenangkan pertempuran."
Awalnya, rencana itu berjalan sempurna. Serangan balik kaum Muslimin begitu dahsyat. Tentara Quraisy kocar-kacir, terdesak, dan melarikan diri meninggalkan harta rampasan perang. Sorak sorai kemenangan pun mulai terdengar. Namun, inilah momen di mana takdir berubah.
Melihat musuh yang lari terbirit-birit, godaan menguasai sebagian besar pemanah di atas bukit. Mereka mengira peperangan telah usai dan kemenangan telah diraih. 
Mengabaikan perintah Rasulullah, mereka turun dari bukit untuk mengumpulkan harta rampasan. 
Abdullah bin Zubair, pemimpin mereka, telah mengingatkan: "Jangan kalian tinggalkan perintah Nabi!" Namun seruan itu tenggelam oleh ambisi.
Celakanya, kekosongan posisi strategis itu diamati dengan jeli oleh Khalid bin Walid—seorang panglima Quraisy yang kelak menjadi jenderal Muslim terhebat. 
Dengan cepat, ia memimpin pasukan kavalerinya melingkar dan menyerang kaum Muslimin dari arah yang tak terduga. Skenario yang tadinya kemenangan, langsung berbalik menjadi pembantaian.
Kepanikan menyebar di barisan kaum Muslimin. Banyak pejuang jatuh sebagai syahid. Rasulullah SAW sendiri terluka, giginya patah, dan helmnya pecah.
Sebagian besar tentara Quraisy, yang mengira Rasulullah telah gugur, merasa puas dan meninggalkan medan pertempuran. 
Perang Uhud berakhir dengan kekalahan pahit bagi kaum Muslimin.
Kisah Perang Uhud bukan sekadar narasi tentang kekalahan, tetapi sebuah pengingat abadi bahwa ketaatan dan disiplin adalah fondasi yang lebih penting dari sekadar kekuatan fisik. 
Kekalahan itu adalah cerminan dari konsekuensi tidak mematuhi pemimpin. Pelajaran dari Uhud, di mana godaan sesaat dapat menghancurkan sebuah kemenangan besar, tetap relevan hingga kini—menjadi pengingat akan pentingnya komitmen, strategi, dan yang terpenting, keimanan yang teguh.(*) 
Komentar
Mari berkomentar secara cerdas, dewasa, dan menjelaskan. #JernihBerkomentar
  • Saat Kemenangan Berganti Tragedi di Bukit Uhud: Sebuah Kisah Tentang Disiplin yang Terlupa

Iklan