Menanam Benih Kebaikan Menuju Ramadhan
Suluah.id - Saat kalender hijriyah mencapai bulan Rajab, umat Islam di seluruh penjuru dunia sering merasakan getaran spiritual yang berbeda.
Meski bukan masuk dalam kalender ibadah wajib seperti Ramadhan, bulan ketujuh dalam sistem penanggalan Islam ini memiliki tempat istimewa dalam tradisi keagamaan — baik dipandang dari ayat Al-Qur’an, para ulama, maupun praktik umat sepanjang sejarah.
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan… dan di antaranya empat bulan haram.”
— QS At-Taubah: 36
Ayat ini menjadi landasan utama Islam mengenal empat bulan haram: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Bulan haram disebut demikian bukan karena dilarang berbuat kebaikan — justru sebaliknya — tetapi karena pada masa pra-Islam, masyarakat Arab menghormati bulan-bulan ini dengan menghentikan peperangan dan memperbanyak ibadah.
Allah menegaskan bahwa di masa-masa ini, amar makruf (kebaikan) makin bernilai dan dosa makin berat dampaknya jika tetap dikerjakan.
Apa Makna “Bulan Haram”?
Istilah haram di sini bukan berarti sesuatu yang dilarang; sebaliknya itu menunjuk kepada masa yang dimuliakan.
LBerdasarkan tafsir klasik seperti oleh Ibnu Abbas, di bulan-bulan ini perang dilarang, dan umat Islam dianjurkan menahan diri dari maksiat serta memperbanyak amal kebaikan.
Rajab: Awal Perjalanan Menuju Ramadhan
Para ulama klasik menggambarkan Rajab sebagai pintu persiapan. Bayangkan sebuah pohon kebajikan:
Rajab adalah saat daun mulai tumbuh,
Sya’ban masa buah mulai berkembang,
Ramadhan adalah saat buah itu dipanen.
Artinya, Rajab adalah waktu yang tepat untuk menanam benih-benih spiritual — disiplin diri, introspeksi, dan memperbaiki kualitas ibadah — agar ketika Ramadhan tiba, kita sudah siap menuai hasilnya dengan optimal.
Amalan Baik yang Dianjurkan di Bulan Rajab
Tentu, ibadah yang dilakukan di bulan ini harus tetap selaras ajaran agama. Berikut beberapa amalan populer yang dianjurkan oleh banyak ulama sebagai bentuk memperkaya kualitas spiritual tanpa terjebak dalam turotnya tradisi yang tidak sahih:
1. Memperbanyak Istighfar dan Taubat
Rajab sering dipandang sebagai bulan pengampunan — bukan karena ada hadits khusus yang menyatakan demikian, tetapi karena suasana spiritual yang mendukung introspeksi dan bertaubat sangat kuat di bulan-bulan haram.
2. Fasting Sunnah dengan Niat yang Tepat
Walaupun tidak ada hadits shahih yang secara khusus menyatakan bahwa puasa Rajab memberi pahala lebih besar daripada bulan lain, banyak ulama tetap menganjurkan puasa sunnah seperti puasa Senin-Kamis atau Ayyamul Bidh sebagai bentuk latihan pengendalian diri dan persiapan fisik menuju Ramadhan.
Catatan penting: Beberapa riwayat yang tersebar di masyarakat tentang pahala besar puasa Rajab (misalnya pahala setara berpuasa sebulan penuh) tidak memiliki landasan yang kuat menurut standar ilmiah hadis.
3. Meningkatkan Tata Cara Shalat dan Dzikir
Shalat sunnah seperti Dhuha dan Tahajjud, serta bacaan dzikir dan doa, menjadi ladang pahala yang kaya bila dilakukan dengan niat ikhlas. Rajab bisa menjadi momen untuk membangun konsistensi ibadah harian ini.
4. Bersedekah dan Membantu Sesama
Memberi kepada yang membutuhkan — entah berupa materi, makanan, atau sekadar kebaikan kecil — merupakan bentuk ibadah yang pahala dan dampaknya nyata bagi umat. Ini bukan hanya soal pahala spiritual, tetapi juga memperkokoh nilai sosial.
Doa yang Sering Diamalkan
Doa berikut sering dibaca oleh umat Islam ketika memasuki Rajab sebagai bentuk penguatan niat beribadah:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
“Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.”
Doa ini mencerminkan harapan bahwa Rajab bukan hanya bulan yang terlewati, tetapi awal dari perjalanan batin menuju Ramadhan yang lebih intens.
Memaknai Rajab dengan Warna Kehidupan
Bulan Rajab bukan sekadar “bulan yang penuh pahala”, tetapi lebih merupakan momentum refleksi dan persiapan.
Dengan memaknai bulan ini sebagai fase awal yang penting dalam kalender spiritual, umat Islam diharapkan tidak sekadar terjebak pada tradisi kosong, tetapi benar-benar menjadikan Rajab sebagai awal rangkaian ibadah berkesinambungan yang mengantar kita semakin dekat kepada Allah, hingga memasuki bulan Ramadhan dengan kesiapan jiwa dan raga.(*)



