Iklan

Menemukan Makna di Tengah Ujian — Menyambut Sya’ban dengan Hati yang Lebih Kuat

11 Desember 2025, 10:32 WIB


Suluah.id - Di tengah derasnya arus informasi, deretan berita tentang wabah dan krisis sering kali membuat kita lupa satu hal sederhana: manusia memang diciptakan untuk menghadapi ujian. 

Setiap hari kita bangun dengan harapan yang sama—semoga hari ini berjalan lebih baik dari kemarin. Namun, realitas kadang berkata lain.

Memasuki bulan Sya’ban, banyak umat muslim menyebutnya sebagai “bulan pemanasan” menjelang Ramadhan. Bulan yang sering kali terlewat, tetapi justru menyimpan kesempatan untuk menata ulang hati. Dan dalam suasana dunia yang pernah diguncang bencana, pesan ini terasa semakin relevan.

Hidup Memang Ladang Ujian


Dalam Al-Qur’an, Allah menjelaskan bahwa kehidupan dan kematian diciptakan untuk menguji manusia, siapa di antara kita yang lebih baik amalnya (QS Al-Mulk: 2). 

Bukan siapa yang paling sukses, paling kaya, atau paling sering muncul di linimasa media sosial. Tetapi siapa yang paling tahan, paling tulus, dan paling baik menghadapi kondisi yang tidak selalu ideal.

Surah Al-Insan juga mengingatkan bahwa manusia diberi pendengaran dan penglihatan—bukan sekadar kemampuan biologis, tetapi instrumen untuk memahami petunjuk dan mengambil keputusan moral. 

Dengan kata lain, ujian hidup adalah ruang untuk membuktikan kualitas diri.

“Apakah manusia mengira akan dibiarkan mengatakan ‘kami beriman’ tanpa diuji?” begitu peringatan dari Surah Al-‘Ankabut. Sebuah ayat yang terasa seperti mengetuk pintu hati kita satu per satu.

Ujian Bukan Hukuman—Ia Tanda Cinta


Dalam banyak diskusi keagamaan, ujian sering dipersepsikan sebagai peringatan atau hukuman. Namun, hadits Nabi justru memutar pandangan itu: Jika Allah mencintai suatu kaum, Dia menguji mereka.”

Paradoks? Mungkin. Tapi jika kita melihat sejarah tokoh-tokoh besar, kita menemukan pola yang sama: orang yang paling dekat dengan Allah adalah yang paling berat ujiannya.

Nabi Ayyub kehilangan segalanya tetapi tetap bersyukur. Nabi Muhammad tumbuh sebagai yatim piatu dan menghadapi kehilangan demi kehilangan sepanjang hidupnya, tetapi tetap memancarkan kasih sayang untuk manusia.

Jika orang setangguh itu saja diuji, apa kabar kita?

Jawabannya sederhana: kita diuji bukan karena Allah benci, tetapi justru karena kita dicintai. Karena ujian adalah proses pematangan.

Data pendukung:
Dalam psikologi modern, WHO menyebut adversity atau pengalaman sulit dapat memperkuat mental resilience—ketangguhan psikologis seseorang—bila diolah dengan cara yang sehat. 

Banyak riset menunjukkan orang yang mampu menerima musibah dengan keyakinan spiritual memiliki tingkat stres lebih rendah dan fungsi sosial lebih baik.

Ternyata, ajaran agama yang telah berusia ribuan tahun sejalan dengan temuan ilmiah hari ini.

Musibah, Peningkat Derajat


Hadits lain mengatakan: Tidaklah seorang muslim ditimpa kelelahan, sakit, kesedihan, hingga duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapus dosa-dosa karenanya.”

Dalam bahasa yang lebih populer: setiap air mata tidak pernah sia-sia.

Ada pula sabda yang menyebut bahwa ada kalanya seseorang sudah punya kedudukan mulia di sisi Allah, tetapi belum mampu mencapainya dengan amal biasa—maka Allah “menaikkan kelasnya” melalui ujian dalam harta, tubuh, atau keluarganya.

Dalam perspektif ini, musibah bukan sekadar peristiwa pahit, tetapi investasi pahala.

Pelajaran dari Dunia yang Berubah Cepat

Bencana alam yang melanda meluluhlantakkan semua yang ada. Hal ini mengguncang kehidupan dan psikologis setiap insan yang tertimpa

Namun, masa sulit itu juga memunculkan solidaritas baru: gotong royong, saling berbagi, dan kesadaran spiritual yang meningkat.

Imam Hasan Al-Bashri pernah membagikan “empat kunci ketenangan hati” yang terasa sangat relevan hari ini:
  • Rezeki tidak akan diambil orang lain.
  • Amal tidak akan dikerjakan orang lain.
  • Allah selalu mengawasi.
  • Kematian selalu mendekat.

Empat butir yang sederhana namun mendalam—lebih kuat daripada banyak buku self-help modern.

Ujian yang Mengungkap Karakter


Dalam salah satu ayat Al-Qur’an digambarkan bahwa ada manusia yang beribadah hanya di tepi. Jika hidup terasa mudah, ia senang. 

Jika sulit, ia mundur. Ayat itu menyoroti mereka yang rapuh keyakinannya—ibadah sekadar formalitas tanpa akar kuat di hati.
Ujian adalah cermin. Ia menunjukkan siapa kita sebenarnya.

Apakah kita tetap memberi, tetap beribadah, tetap berbuat baik ketika hidup sedang berat?

Ataukah kita goyah dan mulai mempertanyakan segalanya?

Bagaimana Menyikapi Ujian dengan Bijak?


Ajaran agama menawarkan “panduan bertahan hidup” yang aplikatif dan sangat relevan:
1. Bersabar dan ridha
Menerima kenyataan bukan tanda menyerah, tetapi bentuk kepercayaan bahwa ada hikmah yang lebih besar.

2. Bertaubat dan berbenah diri
Musibah sering menjadi cermin yang memaksa kita mengevaluasi hidup.

3. Berikhtiar dan menjaga kesehatan
Protokol kesehatan, kebersihan, dan gaya hidup sehat bukan sekadar anjuran medis—tetapi wujud tawakal yang benar.

4. Perbanyak doa dan ibadah
Ritual keagamaan terbukti secara ilmiah membantu menurunkan stres, memperbaiki kualitas tidur, dan meningkatkan harapan hidup.

5. Membantu sesama

Kepedulian sosial adalah obat paling ampuh untuk mengatasi kecemasan.

Menjemput Sya’ban, Membuka Jalan ke Ramadhan


Sya’ban sering dianggap sunyi, padahal ia adalah masa terbaik untuk memanaskan iman.

Beberapa umat memperbanyak puasa sunnah, tilawah, atau sekadar memperbaiki kualitas ibadah harian.

Meskipun kita mungkin tidak selalu bisa berkumpul di masjid atau majelis ilmu seperti dulu, hubungan dengan Allah tidak pernah terhalang jarak.

Akhirnya, setiap ujian punya masa kedaluwarsa. Tidak ada badai yang abadi.
Semoga setiap musibah yang pernah kita jalani menjadi penghapus dosa, penambah derajat, dan penguat iman. Semoga kita disampaikan kepada Ramadhan dengan hati yang lebih jernih, pikiran yang lebih tenang, dan langkah yang lebih mantap.
Amin.
(*)
Komentar
Mari berkomentar secara cerdas, dewasa, dan menjelaskan. #JernihBerkomentar
  • Menemukan Makna di Tengah Ujian — Menyambut Sya’ban dengan Hati yang Lebih Kuat

Iklan